PENGEMBANGAN
PROGRAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DAN KESALAHPAHAMAN TENTANG BIMBINGAN
DAN KONSELING
DI
SEKOLAH MENGENAH ATAS (SMA)
OLEH
Novretman Duha 14200211056
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
NIAS SELATAN
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
TAHUN
2017
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan
kasih-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul: “Pengembangan
Program Layanan Bimbingan Dan Konseling Dan Kesalahpahaman Tentang Bimbingan
Dan Konseling Di Sekolah Mengenah Atas (SMA)”.
Dalam penyusunan makalah ini ini,
kami banyak mendapatkan bantuan berupa masukan, arahan dan bimbingan serta
kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu
Sri Floriana Zagoto, S.Pd.,M.Pd sebagai
dosen pengampu matakuliah Seminar BK.
2. Teman-teman
mahasiswa yang telah membantu dalam memberikan masukan dan kritikan sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan.
Telukdalam, Maret 2017
Penulis
Kelompok I
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ………………………………………………………………... i
DAFTAR
ISI …………………………………………………………………………... ii
BAB
I PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
A. Latar
Belakang ……………………………………………………………... 1
B. Rumusan
Masalah ………………………………………………………….. 2
C. Tujuan
………………………………………………………………………. 3
D. Manfaat
.............................................................................................. 3
BAB II
PEMBAHASAN ……………………………………………………………… 4
A. Pengertian
Bimbingan dan Konseling ……………………………………… 4
B. Fungsi
dan Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ………………... 5
C. Langkah-Langkah
Penyelenggaraan Program Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA
...............................................……………………………………... 7
D. Kesalahpahaman
Tentang Bimbingan dan Konseling di Sekolah ………… 15
BAB
III PENUTUP …………………………………………………………………… 17
A. Kesimpulan
…………………………………………………………………. 17
B. Saran
………………………………………………………………………... 17
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sebagai guru
pendidik adalah seseorang yang telah di bekali akan pengetahuan tentang
profesinya sebagai guru. Tentunya pengetahuan tersebut berisi tentang
pengetahuan akan teknik pelaksanaan pendidikan dimana seorang guru tersebut di
tempatkan. Hal tersebut seorang guru dapat dikatakan sudah mampu melaksanakan
pendidikan yang lebih baik dan berkompeten. Guru bimbingan dan konseling disekolah
merupakan salah satu unsur pendidik dalam memajukan dan mencapai tujuan
pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang tujuan Pendidikan Nasional menyatakan bahwa:
Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi-pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab
kemasyarakatan dan kebangsaa.
Dengan demikian,
guru bimbingan dan konseling juga memiliki lisensi tentang penyelenggaraan program
layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Sulistyarini, dkk (2014:52) mengatakan
bahwa bimbingan dan konseling di sekolah merupakan usaha membantu peserta didik
dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta
perencanaan dan pengembangan peserta didik, secara individual atau kelompok,
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, serta
peluang-peluang yang dimiliki. Namun, apabila pelaksanaan program layanan bimbingan
dan konseling tersebut tidak sesuai dengan semestinya dapat menimbulkan
kesalahpahaman peserta didik tentang bimbingan dan konseling di sekolah. kesalahpahaman
adalah ketidaktahuan secara jelas tentang sesuatu hal.
Berdasarkan
hasil wawancara di beberapa siswa SMA tentang kegiatan bimbingan dan konseling
di sekolah. Baik guru BK maupun mahasiswa Praktek Pengalaman Lapangan Terpadu
(PPLT) di sekolah mereka. Dalam wawancara tersebut, mereka mengatakan bahwa
kegiatan guru bimbingan dan konseling di sekolah mereka tidak berjalan dengan
efektif sesuai dengan teknik pelaksanaan program layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah Megenah Atas (SMA). Hal ini di tandai dengan pernyataan
mereka yang menyatakan bahwa guru BK ataupun mahasiswa PPLT, mereka hanya
menangani siswa-siswa yang terlambat dan memberikan pemahaman, kemudian
memasuki kelas tanpa perangkat pelaksanaan layanan, guru BK hanya memasuki
kelas-kelas yang memiliki jadwal kosong atau tidak ada jadwal tetap, serta
memberikan suatu materi tanpa modul bimbingan dan konseling di Sekolah Mengenah
Atas (SMA).Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang dapat memberikan pemahaman
yang tidak sesuai tentang bimbingan dan konseling di sekolah bagi peserta didik
dan juga memberikan citra yang kurang baik terhadap layanan bimbingan dan konseling oleh guru BK. Hal ini
seiring dengan penelitian (Luki Kurniawan, 2015:2) tentang “pengembangan program layanan bimbingan dan konseling
komprehensif di SMA”, mengatakan
bahwa penyusunan program layanan bimbingan dan konseling di SMA belum
berdasarkan needs assessment,
minimnya hubungan kolaborasif antar staf maupun antar profesi dan tidak adanya
jam masuk kelas bagi guru bimbingan dan konseling di SMA. Ketidakpastian dalam
penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah selama ini, seperti
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang dalam kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kurikulum 2013 belum terakomodir dengan baik, sehingga
pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMA diselenggarakan dengan pola yang
tidak jelas.
Dengan demikian,
untuk menghindari terjadinya kesalahpahamn tentang bimbingan dan konseling di
sekolah diperlukan suatu pemicu dalam mengubah paradigma yang tidak benar
tersebut yaitu dengan adanya pengembangan program layanan bimbingan dan
konseling di sekolah bagi calon-calon guru bimbingan dan konseling di sekolah
sehingga dapat memberikan kontribusi lebih tentang peran bimbingan dan
konseling itu di sekolah bagi siswa ataupun sekolah itu sendiri.
Berdasarkan
peristiwa dan kejadian tersebut, penulis akan memberikan kontribusi bagi
pelaksana layanan bimbingan dan konseling. Jadi, dalam penulisan makalah ini
akan membahas tentang pengembangan program layanan bimbingan dan konseling dan
kesalahpahaman di sekolah mengenah atas (SMA).
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat di tarik pokok masalah dalam makalah ini
yakni:
1. Apa
yang di maksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Apa
fungsi dan tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah?
3. Bagaimana
langkah-langkah penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling di
sekolah mengenah atas (SMA)?
4. Bagaimana
kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling di sekolah?
C.
Tujuan
Berlandaskan
pada latarbelakang dan rumusn masalah di atas, maka tujuan dari pada penulisan
makalah ini yakni:
1. Untuk
memberikan pemahaman tentang arti, tujuan serta fungsi bimbingan dan konseling
di sekolah dengan jelas.
2. Memberikan
pemahaman tentang bagaimana langkah-langkah penyelenggaraan program layanan bimbingan
dan konseling di sekolah mengenah atas (SMA).
3. Memberikan
penjelasan terjadinya kesalahpahaman tentang bimbingan dan konseling di
sekolah?
D.
Manfaat
Berdasarkan
tujuan dari pada penulisan makalah di atas, maka penulis mengharapkan dapat
memberikan manfaat atau kontribusi lebih di antaranya:
1. Memberikan
pemahaman tentang penyusunan progam layanan BK di sekolah, bagi mahasiswa PPLT
BK di sekolah.
2. Sebagai
bahan pengembangan materi tentang program bimbingan dan konseling, bagi
mahasiswa BK.
3. Sebagai
referensi penulisan makalah, bagi penulis makalah lanjutan.
4. Sebagai
bahan pengembangan pengetahuan tentang program layanan bimbingan dan konseling
di sekolah, bagi penulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan dan konseling
1.
Pengertian bimbingan
Menurut Fenti, H (2012:1), bimbingan merupakan salah
satu bidang dan program dari pendidikan, dan program ini di tujukan untuk
membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Selanjutnya bimbingan adalah proses
pemberian bantuan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang
individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa; agar orang yang di bimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat di kembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat di
simpulkan bahwa bimbingan adalah suatu program pendidikan yang di laksanakan melalui
proses pemberian bantuan kepada individu atau lebih dalam membantu mengentaskan
masalah kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu dan mengembangkan potensi
yang ada pada diri individu sehingga dapat mengoptimalkan diri dan dapat
mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
2. Pengertian konseling
Sulistiyarini, (2014:28-29), konseling adalah
hubungan pribadi yang di lakukan secara tatap muka antara dua orang, dimana
melalui hubungan itu, konselor memiliki kemampuan-kemampuan khusus untuk
mengondisikan situasi belajar. Lebih lanjut, konseli di bantu untuk memahami
diri sendiri, keadaanya sekarang, dan kemungkinan keadanya masa depan yang
dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang di milikinya, demi
kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Senada dengan menurut (Farid,
2012:18), konseling adalah proses pemberian bantuan yang di lakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang
mengalami masalah (klien).
Jadi, dapat di katakan bahwa konseling adalah proses
pemberian bantuan kepada individu (klien) oleh seorang ahli (konselor) dalam
mengentaskan masalah pribadi klien sehingga mampu menemukan potensi yang ia
miliki dan di kembangkanya dengan optimal.
Dengan demikian kedua kata tersebut memberikan
pemahaman kepada kita bahwasanya sama-sama memberikan bantuan kepada klien
terhadap masalah yang di hadapi. Menurut Fenti H, (2012:1) mengatakan bahwa Bimbingan
dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal,
dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan
belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Selanjutnya, pemahaman tentang bimbingan dan
konseling dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Pasal 1 tentang bimbingan dan
konseling pada pendidikan dasar dan mengenah yakni:
“Bimbingan dan
Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta
terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik/Konseli untuk mencapai kemandirian
dalam kehidupannya”.
B. Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling di
sekolah
Fungsi bimbingan dan konseling di sekolah,
berdasarkan Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 pasal 2 tentang bimbingan dan
konseling pada pendidikan dasar dan mengenah di antaranya :
1. Pemahaman
diri dan lingkungan;
2. Fasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan;
3. Penyesuaian
diri dengan diri sendiri dan lingkungan;
4. Penyaluran
pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;
5. Pencegahan
timbulnya masalah;
6. Perbaikan dan penyembuhan;
7. Pemeliharaan
kondisi pribadi dan situasi yang kondusif untuk perkembangan diri konseli;
8. Pengembangan
potensi optimal;
9. Advokasi
diri terhadap perlakuan diskriminatif; dan.
10. Membangun
adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap program dan aktivitas
pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat, kemampuan,
kecepatan belajar, dan kebutuhan konseli.
Selanjutnya,
fungsi layanan bimbingan dan konseling dalam sesuai dengan Kemendikbud RI,
(2016:4) tentang Pedoman Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Mengenah, terdiri dari:
1.
Pemahaman
yaitu membantu konseli agar memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, budaya, dan
norma agama).
2.
Fasilitasi
yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serasi, selaras
dan seimbang seluruh aspek pribadinya.
3.
Penyesuaian
yaitu membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri sendiri dan
dengan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4.
Penyaluran
yaitu membantu konseli merencanakan pendidikan, pekerjaan dan karir masa depan,
termasuk juga memilih program peminatan, yang sesuai dengan kemampuan, minat,
bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadiannya.
5.
Adaptasi
yaitu membantu para pelaksana pendidikan termasuk kepala satuan
pendidikan, staf administrasi, dan guru
mata pelajaran atau guru kelas untuk menyesuaikan program dan aktivitas pendidikan dengan latar
belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan peserta didik/konseli.
6.
Pencegahan yaitu membantu peserta didik/konseli dalam
mengantisipasi berbagai kemungkinan timbulnya masalahdan berupaya untuk
mencegahnya, supayapeserta didik/konseli tidak mengalami masalah dalam
kehidupannya.
7.
Perbaikan
dan Penyembuhan yaitu membantupeserta didik/konseli yang bermasalah agar dapat
memperbaiki kekeliruan berfikir,
berperasaan, berkehendak, dan bertindak. Konselor atau guru bimbingan dan
konseling melakukan memberikan perlakuan terhadap konseli supaya memiliki pola
fikir yang rasional dan memiliki perasaan yang tepat, sehingga konseli
berkehendak merencanakan dan melaksanakan tindakan yang produktif dan normatif.
8.
Pemeliharaan
yaitu membantu peserta didik/konseli supaya dapat menjaga kondisi pribadi yang
sehat-normal dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.
9.
Pengembangan
yaitu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi
perkembangan peserta didik/konseli melalui pembangunan jejaring yang bersifat
kolaboratif.
10.
Advokasi
yaitu membantu peserta didik/konseli berupa pembelaan terhadap hak-hak konseli
yang mengalami perlakuan diskriminatif.
Dari beberapa fungsi
tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa fungsi layanan bimbingan dan
konseling di sekolah yaitu : fungsi pemahaman; fungsi fasilitasi; fungsi
penyesuaian; fungsi penyaluran; fungsi adaptasi; fungsi pencegahan; fungsi
perbaikan dan penyembuhan; fungsi pemeliharaan; fungsi pengembangan; dan fungsi
advokasi.
Dengan fungsi
tersebut tentunya dapat kita katakan, layanan bimbingan dan konseling di
sekolah dapat memberikan penguatan, dan kesejahteraan bagi peserta didik dalam
proses belajarnya. Seperti halnya Menurut (Fenti H, 2012:18), tujuan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah yaitu agar konseli dapat :
1. Merencanakan
kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupanya di masa yang
akan datang.
2. Mengembangkan
seluruh potensi dan kekuatan yang di milikinya seoptimal mungkin.
3. Menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, serta lingkungan
kerjanya.
4. Mengatasi
hambatan dan kesulitan yang di hadapi dalam studi, penyesuaian dengan
lingkungan sekolah, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Kemudian dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014
pasal 3 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan
mengenah, layanan bimbingan dan konseling bertujuan membantu konseli mencapai perkembangan
optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek pribadi, belajar, sosial, dan
karir.
Dengan demikian maka dapat simpulkan bahwa tujuan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah yaitu untuk membantu peserta didik
dalam mengembangkan diri pribadi, sosial, belajar, kari, serta potensi yang
dimiliki dengan seoptimal mungkin dan mandiri.
C. Langkah-Langkah Penyelenggaraan Program
Layanan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah Mengenah Atas (SMA)
Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
di sekolah mengenah atas (SMA) tentunya terlebih dahulu adanya suatu program
yang telah tersusun sehingga sesuai dengan aturan penyelenggaran bimbingan dan
konseling di sekolah mengenah atas (SMA). Dalam Permendikbud Nomor 111 Tahun
2014 Pasal 12 Ayat 1,2, dan 3 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan
dasan dan mengenah yakni :
a.
Ayat
(1), Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
b.
Ayat
(2), Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu
diatur lebih rinci dalam bentuk panduan operasional layanan Bimbingan dan
Konseling.
c.
Ayat
(3), Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal
Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya.
Dengan demikian dalam menyelenggarakan program
layanan bimbingan dan konseling di Sekolah Mengenah Atas (SMA), dapat
dilaksanakan dengan menggunakan Pedoman Opersional Penyelenggaraan Bimbingan
dan Konseling Sekolah Mengenah Atas (SMA) yang telah di tetapkan dalam
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Pasal 12 Ayat 1,2,dan 3 tentang bimbingan dan
konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan mengenah yakni:
1. Pemahaman
Karakteristik Peserta Didik/Konseli, yakni:
Ø Karakteristik
peserta didik/konseli, Peserta didik/konseli adalah subyek utama layanan
bimbingan dan konseling di Sekolah. Sebagai subyek layanan, peserta
didik/konseli menjadi dasar pertimbangan guru bimbingan dan konseling atau
konselor dalam merancang dan melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah. Karakteristik
peserta didik/konseli Sekolah Menengah Atas yang perlu dipahami meliputi
aspek-aspek berikut:
·
Aspek
Fisik, Peserta didik/konseli SMA berada pada masa remaja madya yang telah
mencapai kematangan fisik diantaranya: perubahan bentuk tubuh, ukuran, tinggi,
berat badan, dan proporsi muka serta badan yang tidak lagi menggambarkan
anak-anak. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya fisik khas laki-laki dan
perempuan.
·
Aspek
Kognitif, Perkembangan pemikiran peserta didik/konseli mulai menunjukkan
kemampuan berpikir logis yang lebih baik. Mereka mulai mampu berfikir yang
menghubungkan sebab dan akibat dari kejadian-kejadian di lingkungannya. Pemahaman
terhadap diri serta lingkungannya mulai lebih meluas dan mendalam. Mereka
cenderung berfikir secara ideal, sehingga seringkali mengkritisi maupun
menentang pemikiran orang dewasa.
·
Aspek
Sosial, Pada aspek sosial, peserta didik/konseli mulai tumbuh kemampuan
memahami orang lain. Kemampuan ini mendorongnya menjalin hubungan sosial dengan
teman sebaya. Mereka menjalin hubungan pertemanan yang erat dan menciptakan
identitas kelompok yang khas. Hubungan kelompok sebaya lebih menguat serta
cenderung meninggalkan keluarga. Orang tua merasa kurang diperhatikan. Masa ini
juga ditandai dengan berkembangnya sikap konformitas, yaitu kecenderungan
untuk: meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi),
atau keinginan orang lain.
·
Aspek
Emosi, Peserta didik/konseli SMA merupakan kelompok usia remaja digambarkan
dalam keadaan yang tidak menentu, tidak stabil, dan emosi yang meledak-ledak.
Meningginya emosi terjadi karena adanya tekanan tuntutan sosial terhadap
peran-peran baru selayaknya orang dewasa. Kondisi ini dapat memicu masalah,
seperti kesulitan belajar, penyalahgunaan obat, dan perilaku menyimpang.
·
Aspek
Moral, Melalui pengalaman berinteraksi sosial dengan orang tua, guru, teman
sebaya, atau orang dewasa lainnya, tingkat moralitas peserta didik/konseli SMA
sudah lebih matang jika dibandingkan dengan usia anak atau remaja awal. Mereka
sudah lebih mengenal nilai-nilai moral atau konsep moralitas, seperti kejujuran,
keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Peserta didik/konseli sudah dapat
menginternalisasikan penilaian-penilaian moral dan menjadikannya sebagai nilai
pribadi
·
Aspek
Religius, Pada tahap usia ini, peserta didik sudah lebih matang dalam meyakini
dan melakukan ibadah sesuai aturan agamanya. Dalam kehidupan beragama, peserta
didik sudah melibatkan diri ke dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Peserta didik
sudah dapat membedakan agama sebagai ajaran dengan manusia sebagai penganutnya
(ada yang taat dan ada yang tidak taat).
Ø Tugas
Perkembangan Peserta Didik/Konseli SMA, Tugas perkembangan adalah serangkaian
tugas yang harus diselesaikan peserta didik/konseli pada periode kehidupan/fase
perkembangan tertentu. Tugas perkembangan bersumber dari kematangan fisik, tuntutan
masyarakat atau budaya dan nilai-nilai serta aspirasi individu. Keberhasilan
peserta didik/konseli menyelesaikan tugas perkembangan membuat mereka bahagia
dan akan menjadi modal bagi penyelesaian tugas-tugas perkembangan fase
berikutnya. Layanan bimbingan dan konseling merupakan bentuk fasilitasi peserta
didik/konseli mencapai tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan
peserta didik/konseli SMA meliputi: (1) Mencapai perkembangan diri sebagai remaja
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2) Mengenal sistem etika
dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan
minat manusia; (3) Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan
mandiri secara emosional, sosial, dan ekonomi; (4) Mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengikuti dan melanjutkan
pelajaran dan/atau mempersiapkan karier serta berperan dalam kehidupan
masyarakat; (5) Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima
dalam kehidupan sosial yang lebih luas; (6) Mencapai pola hubungan yang baik
dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita; (7)
Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta dinamis terhadap
perubahan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri untuk kehidupan yang
sehat; (8) Memiliki kemandirian perilaku ekonomis; (9) Mengenal kemampuan,
bakat, minat, serta arah kecenderungan karier dan apresiasi seni; (10) Mencapai
kematangan hubungan dengan teman sebaya; dan (11) Mencapai kematangan dalam kesiapan
diri menikah dan hidup berkeluarga.
Ø Keterkaitan
Tugas Perkembangan dan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik/Konseli,
Tugas perkembangan peserta didik/konseli yang telah teridentifikasi sebelumnya
perlu dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk standar kompetensi. Dalam layanan
bimbingan dan konseling, standar kompetensi tersebut dikenal dengan istilah
Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD). Berbagai aspek
perkembangan yang terdapat dalam SKKPD pada dasarnya dirujuk dari tugas perkembangan
yang akan dicapai oleh peserta didik/konseli. Dengan demikian, antara tugas
perkembangan dan aspek perkembangan yang terdapat dalam SKKPD memiliki
keterkaitan yang sangat erat. Aspek-aspek perkembangan dalam SKKPD selanjutnya
menjadi rumusan kompetensi yang dirujuk oleh konselor/guru bimbingan dan
konseling dalam mempersiapkan rancangan pelaksanaan dari berbagai kegiatan
layanan bimbingan dan konseling. Rumusan kompetensi tersebut dikembangkan lebih
rinci menjadi tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai oleh peserta
didik/konseli dalam berbagai tataran internalisasi tujuan, yaitu pengenalan,
akomodasi, dan tindakan. Yang dimaksud dengan tataran internalisasi tujuan,
yaitu: (1) pengenalan, untuk membangun pengetahuan dan pemahaman peserta didik/konseli
terhadap perilaku atau standar kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai;
(2) akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan
perilaku atau kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya; dan (3)
tindakan, yaitu mendorong peserta didik/konseli untuk mewujudkan perilaku dan kompetensi
baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari. Rincian tugas-tugas perkembangan tersebut
sebagaimana terdeskripsi dalam lampiran (....).
Ø Teknik-Teknik
Pemahaman Peserta Didik/Konseli
Secara garis
besar teknik memahami karakteristik
peserta didik/konseli yang digunakan dalam bimbingan dan konseling meliputi
teknik tes dan non tes.
·
Teknik
Tes, Teknik tes merupakan teknik untuk memahami individu dengan menggunakan instrumen
tes terstandar. Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang telah memiliki
lisensi melalui pelatihan sertifikasi dapat menggunakan instrumen tes yang telah
dipelajari.
·
Teknik
Non Tes, Teknik non tes merupakan teknik untuk memahami individu dengan menggunakan instrumen yang terstandar dan
tidak standar. Teknik asesmen non tes yang sering digunakan untuk keperluan
bimbingan dan konseling antara lain: (a)
observasi, (b) wawancara (c) angket, (d) sosiometri, (e) dokumentasi, (f)
biografi ataupun autobiografi. Instrumen pengumpul data yang sering digunakan
untuk mengenali masalah serta kebutuhan layanan bantuan antara lain: (a) daftar
cek masalah (DCM), (b) alat ungkap masalah (AUM), (c) inventori tugas
perkembangan (ITP).
Ø Pemanfaatan Data
Hasil Asesmen untuk Memahami Peserta Didik/Konseli
Yang dimaksud
dengan data hasil asesmen adalah data yang diperoleh melalui teknik tes dan
nontes. Data hasil pemahaman terhadap peserta didik/konseli dapat digunakan
untuk:
a.
Membuat
profil individual setiap peserta didik/konseli.
Berdasarkan data
hasil asesmen maka setiap peserta didik/konseli dapat disusun profil yang
menggambarkan tentang identitas diri peserta didik, karakteristik tugas perkembangan,
klasifikasi kecerdasan, bakat, minat, motivasi belajar, kesiapan belajar, kemampuan
hubungan sosial, kematangan emosi, prestasi akademik dan non akademik yang
dimiliki, latar belakang keluarga-sekolah-masyarakat dan lain-lain, serta
gambaran tentang kekuatan dan kelemahan setiap peserta didik/konseli.
b.
Membuat
profil kelas.
Berdasarkan data
individual peserta didik/konseli tersebut, maka dikembangkan profil kelas,
sehingga tiap kelas memiliki profilnya sendiri-sendiri. Profil sebaiknya dituangkan
ke dalam bentuk matrik, misalnya dalam format landscape excel, atau dalam bentuk
grafik sehingga semua data dapat dimasukkan.
c.
Menyusun
rancangan program layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan
profil individual dan kelas disusun rancangan program layanan bimbingan dan
konseling secara individual, kelompok, klasikal, kelas besar atau lintas kelas,
dan atau menggunakan media. Layanan bimbingan dan konseling dapat dirancang
secara khusus untuk dilaksanakan oleh guru bimbingan dan konseling atau
konselor serta dapat pula dirancang
berkolaborasi dengan staf lainnya.
2. Perencanaan
program bimbingan dan konseling.
Program
bimbingan dan konseling di SMA disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik/konseli
dan kebutuhan sekolah. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah, struktur program bimbingan dan konseling terdiri atas
rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan, tujuan, komponen program, bidang
layanan, rencana operasional (action plan), pengembangan tema/topik, rencana
evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut, serta anggaran biaya. Struktur program
bimbingan dan konseling merupakan komponen-komponen yang harus ada namun bukan
sebagai sebuah tahapan.
Dalam
perencanaan program bimbingan dan konseling, terdapat dua tahapan, yaitu (1) tahap
persiapan (preparing) dan (2) tahap perancangan (designing). Tahap persiapan
(preparing) terdiri dari (1) melakukan asesmen kebutuhan, (2) aktivitas
mendapatkan dukungan unsur lingkungan sekolah, dan (3)menetapkan dasar
perencanaan. Tahap perancangan (designing) terdiri atas (1) menyusun rencana
kerja, (2) menyusun program tahunan, dan (3) menyusun program semesteran.
Ø Tahap
Persiapan (Planning).
·
Melakukan Assesmen Kebutuhan.
Asesmen
kebutuhan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menemukan kondisi nyata peserta
didik yang akan dijadikan dasar dalam merencanakan program bimbingan dan konseling.
Hasil asesmen kebutuhan peserta didik/konseli dijabarkan dalam bentuk narasi sebagai
dasar empirik bagi guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam merencanakan
program bimbingan dan konseling di Sekolah Menengah Atas. Langkah-langkah
asesmen: a) mengidentifikasi data yang dibutuhkan untuk penyusunan program
bimbingan dan konseling; b) memilih instrumen yang akan digunakan; dan c) mengumpulkan,
mengolah, menganalisis, dan menginterpretasi data hasil asesmen kebutuhan.
·
Mendapatkan Dukungan Pimpinan dan Komite
Sekolah.
Program
bimbingan dan konseling hendaknya memperoleh dukungan dari berbagai pihak yaitu
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan komite sekolah. Upaya untuk mendapatkan
dukungan dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya konsultasi, rapat koordinasi,
sosialisasi, dan persuasi. Kegiatan tersebut dilakukan sebelum menyusun program
dan selama penyelenggaraan kegiatan. Hasil konsultasi, rapat koordinasi, sosialisasi,
dan persuasi berupa kebijakan yang mendukung, fasilitas untuk kegiatan, kolaborasi
dan sinergitas kerja dalam upaya tercapainya kemandirian dan perkembangan utuh
yang optimal peserta didik/konseli.
·
Menetapkan Dasar Perencanaan Layanan.
Perencanaan
layanan bimbingan dan konseling didasarkan pada landasan filosofis dan teoritis
bimbingan dan konseling. Landasan ini berisi keyakinan filosofis dan teoritis, misalnya
bahwa peserta didik/konseli itu unik dan harus dilayani dengan penuh perhatian;
setiap peserta didik/konseli dapat meraih keberhasilan, untuk mencapai
keberhasilan dibutuhkan upaya kolaboratif; program bimbingan dan konseling
merupakan bagian integral dari proses pendidikan; program bimbingan dan
konseling dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan setiap peserta
didik/konseli. Selain mendasarkan pada landasan filosofis dan teoritis,
perencanaan layanan bimbingan dan konseling juga harus didasarkan pada hasil asesmen kebutuhan peserta
didik/konseli.
Ø Tahap
Perancangan (Designing) dalam Perencanaan Program.
Tahap
perancangan (designing) terdiri dari dua (2) kegiatan yaitu penyusunan program tahunan,
dan penyusunan program semesteran. Setiap kegiatan diuraikan pada bagian berikut.
·
Penyusunan Program Tahunan Bimbingan dan
Konseling, Struktur program tahunan bimbingan dan konseling terdiri atas: a)
rasional, b) dasar hukum, c) visi dan misi, d) deskripsi kebutuhan, e) tujuan,
f) komponen program, g) bidang layanan, h) rencana operasional, i) pengembangan
tema/topik, j) rencana evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut, k) sarana
prasarana, dan l) anggaran biaya.
·
Penyusunan Program Semester Bimbingan
dan Konseling, Setelah guru bimbingan dan konseling atau konselor merancang
program tahunan dalam bentuk kalender, maka dirinci kembali dalam bentuk
program semester. Program semester ini dikembangkan berbasis pada rencana
operasional (action plan) yang telah disusun sebelumnya.
3. Pelaksanaan
program bimbingan dan konseling.
Ø Ruang
Lingkup dan Pelaksana, Pelaksanaan bimbingan dan konseling di SMA didasarkan
kepada tujuan, prinsip, fungsi dan azas bimbingan dan konseling. Kegiatannya
mencakup semua komponen dan bidang layanan melalui layanan langsung, media,
kegiatan administrasi, serta kegiatan tambahan dan pengembangan keprofesian
guru bimbingan dan konseling
Ø Layanan
Langsung.
·
Konseling Individual.
·
Konseling Kelompok
·
Bimbingan Kelompok.
·
Bimbingan Klasikal.
·
Bimbingan Kelas Besar/Lintas Kelas.
·
Konsultasi.
·
Kolaborasi
·
Alih Tangan Kasus.
·
Kunjungan Rumah.
·
Advokasi.
·
Konferensi Kasus.
Ø Layanan
Melalui Media
·
Papan Bimbingan dan Konseling, Papan
bimbingan dan konseling merupakan sarana untuk memberikan informasi dan melakukan
komunikasi interaktif melalui tulisan yang memfasilitasi perkembangan pribadi,
sosial, belajar dan karir peserta didik/konseli.
·
Kotak Masalah, Kotak masalah adalah
salah satu instrumen media bimbingan dan konseling yang berbentuk kotak surat
yang disiapkan untuk menampung harapan, kebutuhan, keluhan, dalam bentuk
tertulis. Kotak tersebut ditempatkan dilokasi yang paling mudah dijangkau.
Tanggapan atas isi surat yang dikemukakan peserta didik/konseli harus sesegera
mungkin direspon oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan memberikan
layanan sesuai kebutuhan peserta didik/konseli berupa layanan konseling, konsultasi,
bimbingan klasikal, advokasi, atau mediasi.
·
Leaflet, Leaflet bimbingan dan konseling
adalah media layanan bimbingan dan
konseling dalam bentuk cetak dan dapat dilipat serta berisi informasi dalam
bidang pribadi, sosial, belajar, atau
karir.
·
Pengembangan Media (Inovatif) Bimbingan
dan Konseling, Pengembangan media bimbingan dan konseling adalah usaha kreatif
dan inovatif guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk menghasilkan
produk yang mampu menjembatani penyampaian pesan bimbingan dan konseling yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta
didik/konseli untuk menangkap pesan dengan tepat. Media bimbingan dan konseling
tersebut dalam bentuk cetak atau elektronik/digital.
Ø Peminatan
Peserta didik
Peminatan
peserta didik merupakan program kurikuler yang disediakan untuk mengakomodasi
pilihan minat, bakat dan/atau kemampuan peserta didik dengan orientasi pemusatan,
perluasan, dan/atau pendalaman mata pelajaran dan/atau muatan kejuruan. Peminatan
peserta didik SMA merupakan proses pemilihan dan penetapan kelompok peminatan/kelompok
mata pelajaran, matapelajaran, lintas minat atau pendalaman minat yang
didasarkan atas potensi diri (kecerdasan
umum, bakat, minat, cita-cita), dukungan orang tua/wali, dan peluang yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan.
Ø Kegiatan
Administrasi.
·
Pelaksanaan dan Tindak Lanjut Asesmen
Kebutuhan.
·
Penyusunan dan Pelaporan Program Bimbingan
dan Konseling.
·
Pelaksanaan Administrasi dan Manajemen
Bimbingan dan Konseling.
Ø Kegiatan
Tambahan dan Pengembangan Keprofesian Guru Bimbingan dan Konseling atau
Konselor.
·
Kegiatan Tambahan.
·
Keprofesian Guru Bimbingan dan Konseling
atau Konselor.
4. Evaluasi,
pelaporan dan tindak lanjut.
Ø Evaluasi.
·
Langkah-Langkah Pelaksanaan.
·
Kriteria Keberhasilan Program.
Ø Pelaporan.
·
Langkah-Langkah Penyusunan Laporan.
·
Sistematika Laporan.
Ø Tindak
lanjut.
·
Langkah-Langkah Tindak Lanjut.
D. Kesalahpahaman Tentang Bimbingan Dan
Konseling Di Sekolah.
Menurut Prayitno dalam Sulistyarini. dkk,
(2014:15-24) menjelakan tentang kesalahpahaman yang terjadi dalam bimbingan dan
konseling di antaranya:
a)
Bimbingan dan konseling di samakan saja
atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
b)
Konselor di sekolah di anggap sebagai
polisi sekolah.
c)
Bimbingan dan konseling di anggap
semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
d)
Bimbingan dan konseling di batasi hanya
pada penanganan masalah-masalah yang bersifat insidental.
e)
Bimbingan dan konseling di batasi hanya
untuk siswa tertentu saja.
f)
Bimbingan dan konseling melayani orang
sakit dan atau kurang normal.
g)
Bimbingan dan konseling bekerja sendiri.
h)
Konselor harus aktif, sedangkan pihak
lain harus pasif.
i)
Menganggap pekerjaan bimbingan dn
konseling dapat di lakukan oleh siapa saja.
j)
Pelayanan bimbingan dan konseling
berpusat pada keluhan pertama saja.
k)
Menyamakan pekerjaan bimbingan dan
konseling dengan pekerjaan dokter dan psikater.
l)
Menganggap hasil pekerjaan bimbingan dan
konseling harus segera terlihat.
m)
Menyemaratakan cara pemecahan masalah
bagi semua klien.
n)
Memusatkan usaha bimbingan dan konseling
hanya pada penggunaan instrumentasi.
o)
Bimbingan dan konseling di batasi pada
hanya menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Berbagai kesalahpahaman tersebut tentunya
menimbilkan citra yang kurang baik bagi profesi bimbingan dan konseling. Untuk
itu untuk mengubah dan mengihalangkan semua kesalah pahaman tersebut, di
perlukan seorang guru bimbingan dan konseling di sekolah dapat menyelenggarakan
program layanan bimbingan dan konseling di sekolah sesuai dengan ketetapan yang
telah di tetapkan oleh Permendiknas dalam penyelenggaran program bimbingan dan
konseling di sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah mengenah atas (SMA) tentunya terlebih dahulu adanya suatu
program yang telah tersusun sehingga sesuai dengan aturan penyelenggaran
bimbingan dan konseling di sekolah mengenah atas (SMA). Dalam Permendikbud
Nomor 111 Tahun 2014 Pasal 12 Ayat 1,2, dan 3 tentang bimbingan dan konseling
pada pendidikan dasan dan mengenah yakni :
d. Ayat
(1), Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling menggunakan Pedoman Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah yang tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
e. Ayat
(2), Pedoman Bimbingan dan Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu
diatur lebih rinci dalam bentuk panduan operasional layanan Bimbingan dan
Konseling.
f. Ayat
(3), Panduan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar atau Direktur Jenderal
Pendidikan Menengah sesuai dengan kewenangannya.
B. Saran
Sebagai seorang guru bimbingan dan konseling di
sekolah, dalam menyelenggarakan program bimbingan dan konseling di sekolah
khusunya di Sekolah Mengenah Atas (SMA) harus menyusun terlebih dahulu program
bimbingan dan konseling di sekolah sesua dengan pedoman penyelengaraan BK SMA,
kemudian menggunkan modul yang sesuai dengan need assesment peserta didik sehingga tujuan dan harapan sekolah
dapat tercapai dengan maksimal serta peserta didik dapat mampu memahami,
mengenal, dan mengetahui serta mengembangkan kemampuan atau potensi yang mereka
miliki dengan seoptimal mungkin hingga mencapai kesejahteraan dan mampu
mengenal masa depannya dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Hikmawati, Fenti. 2012. Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rajawali Pers.
Mashudi, Farid. 2012. Psikologi Konseling: Buku panduan lengkap
dan praktis menerapkan
psikologi
konseling. Jogyakarta: IRCiSoD
Kurniawan, Luky.
2015. Pengembangan Program Layanan
Bimbingan Dan Konseling
Komprehensif
Di SMA. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling. Volume 1Nomor 1 juni 2015. Halaman 1-8 ISSN
: 2443-2202
Panduan Operasional Penyelenggaraan
Bimbingan Dan Konseling Sekolah Menengah Atas
(SMA). 2016. Di Akses
11 Maret 2017
Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014. Tentang Bimbingan dan Konseling Pada
Pendidikan
Dasar
dan Pendidikan Mengenah.Di Akses 11 Maret 2017
Sulistyarini, dkk. 2014. Dasar-Dasar Konseling: Panduan lengkap
memahami prinsip-
prinsip pelaksanaan konseling.
Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar