T E K N I K T E S
PENGEMBANGAN MATERI PERKULIAHAN
Program Studi Bimbingan Dan
Konseling
DI
SUSUN OLEH
NOVRETMAN DUHA
NIM : 14200211056
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
(STKIP) NIAS SELATAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
DESEMBER 2016
T E K N I K
T E S
PENGEMBANGAN MATERI PERKULIAHAN
Program
Studi Bimbingan Dan Konseling
DI
SUSUN OLEH
NOVRETMAN DUHA
NIM : 14200211056
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) NIAS SELATAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN
KONSELING
DESEMBER 2016
PENGEMBANGAN MATERI PERKULIAHAN
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Istilah Tes bukanlah hal yang asing di tedlinga kita,
apalagi para aktivis dan pemerhati pendidikan. Peranan dan fungsinya dalam
perkembangan kemampuan serta kemajuan siswa dalam belajar pun sangat besar.
Hingga tak aneh jika setiap sekolah memilki atau melaksanakan suatu tes
disetiap waktunya. Akan tetapi sejauh mana pemahaman kita tentang tes ini
dan bagaimann cara membuat suatu tes dengan baik dan benar, hingga suatu
tes tidak hanya sebagai sesuatu yang “ala kadarnya” saja, maka di butuhkan
pemahaman dan penyusunan tes yang lebih lanjut atau lebih baik dan benar.
Bersama buku ini, Anda akan di pandu untuk memahami dan
bagaimana penyusunan sebuah tes secara mendalam dan detail. Disertai dengan
penjelasan mendasar tentang perkembangan teknik tes, mulai sejarahnya
hingga langkah-langkah penyusunan suatu tes baik dan benar, buku ini siap
mengantar Anda untuykmencapai hasil yang optimal dalam penyusunan suatu tes
yang baik dan benar.
Buku ini dapat dibaca oleh Anda, Para Guru, mahasiswa
calon guru, dan siappun yangv peduli dengan perkembangan pendidikan di
nusantara ini.
|
stilah Tes bukanlah hal yang asing di tedlinga kita, apalagi
para aktivis dan pemerhati pendidikan. Peranan dan fungsinya dalam perkembangan
kemampuan serta kemajuan siswa dalam belajar pun sangat besar. Hingga tak aneh
jika setiap sekolah memilki atau melaksanakan suatu tes disetiap waktunya. Akan
tetapi sejauh mana pemahaman kita tentang tes ini dan bagaimann cara membuat
suatu tes dengan baik dan benar, hingga suatu tes tidak hanya sebagai sesuatu
yang “ala kadarnya” saja, maka di butuhkan pemahaman dan penyusunan tes yang
lebih lanjut atau lebih baik dan benar.
Bersama buku ini, Anda akan di pandu untuk memahami dan
bagaimana penyusunan sebuah tes secara mendalam dan detail. Disertai dengan
penjelasan mendasar tentang perkembangan teknik tes, mulai sejarahnya hingga
langkah-langkah penyusunan suatu tes baik dan benar, buku ini siap mengantar
Anda untuykmencapai hasil yang optimal dalam penyusunan suatu tes yang baik dan
benar.
Buku ini dapat dibaca oleh Anda, Para Guru, mahasiswa calon
guru, dan siappun yangv peduli dengan perkembangan pendidikan di nusantara ini.
Telukdalam STKIP Nisel, 2016
Novretman Duha Creative (NDC)
Facebook :
Novretman Duha
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa, karena berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas membuat
buku teknik tes ini.
Penulisan buku ini diawali dengan dari tugas yang di berikan
oleh dosen pengampu matakuliah Teknik Tes di Program Studi Bimbingan dan
Konseling Oleh Bapak Imanuel Fau, S.Pd. sebagai tugas akhir dari pada
matakuliah Teknik Tes. Penulisan buku ini di buat dari beberapa bahan
pengembangan materi Teknik Tes oleh dari beberapa teman-teman mahasiswa
Khususnya Program Studi Bim bingan dan Konseling Semester V. Atas dasar itulah
Buku Teknik Tes ini di tulis.
Penulis menyadari betapa buku ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan atau saran serta
kritik untuk kesempurnaan tulisan ini.
Dalam penyusunan makalah ini ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan berupa masukan, arahan dan bimbingan serta kritik
dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk
itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.
Bapak Imanuel Fau, S.Pd sebagai dosen
pengampu matakuliah Teknik Tes
2.
Teman-teman mahasiswa
yang telah membantu dalam memberikan masukan dan kritikan sehingga makalah ini
dapat penulis selesaikan.
Telukdalam, Desember
2016
Penulis
Novretman
Duha
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………... i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1
BAB II TEKNIK TES DAN PERKEMBANGANNYA ……………………………... 2
A.
Sejarah Teknik Tes
…………………………………………………………… 2
B.
Pengertian Tes ………………………………………………………………... 11
BAB III TUJUAN, FUNGSI DAN PENGGOLONGAN TES ………………………. 13
A.
Tujuan Teknik Tes
……………………………………………………………. 13
B.
Fungsi Tes
…………………………………………………………………….. 14
C.
Penggolongan Tes
…………………………………………………………….. 15
BAB IV CIRI-CIRI TES YANG BAIK ……………………………………………… 22
A.
Persyaratan Tes
……………………………………………………………….. 22
B.
Langkah-Langkah Dalam
Penyusunan Tes …………………………………... 23
C.
Komponen-Komponen Tes
…………………………………………………… 29
D.
Penyusunan Soal Terstandar
………………………………………………….. 30
BAB V PENUTUP …………………………………………………………………… 42
A.
Kesimpulan
…………………………………………………………………… 42
B.
Saran
………………………………………………………………………….. 43
DAFAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Bab 1 Pendahuluan

Secara umum yang dimaksud dengan
instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat
digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data
mengenai suatu variabel. Dalam bidang penelitian, instrumen diartikan sebagai
alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel-variabel penelitian untuk
kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan instrumen digunakan
untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai
hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar
siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian
suatu program tertentu.
Pada dasarnya instrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan non
tes. Berdasarkan bentuk atau jenisnya, tes dibedakan menjadi tes uraian dan
obyektif, sedangkan nontes terdiri dari observasi, wawancara (interview),
angket (questionaire), pemeriksaan document (documentary analysis), dan
sosiometri. Instrumen yang berbentuk test bersifat performansi maksimum sedang
instrumen nontes bersifat performansi tipikal.
Instrumen hasil belajar bentuk tes uraian memiliki banyak
keunggulan seperti mudah disusun, tidak memberi banyak kesempatan untuk
berspekulasi dan mampu mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta
menyusun jawaban dalam bentuk kalimat. Namun perdebatan di kalangan guru dan
bahkan dikalangan orang tua, adalah memandang bahwa tes uraian sering tidak
adil. Bahkan ada pandangan bahwa cara pemberian skor tes uraian cukup dilihat
dari panjang pendeknya tes uraian.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah disebutkan
diatas, maka diperlukan suatu pemahaman tentang tes. Jadi pada buku ini hal
yang akan dibahas yaitu tentang perkembangan tes fungsi tes, cara menyusun tes
dan komponen-komponen tes.
Bab 2 Teknik
Tes


A.
SEJARAH TEKNIK TES
Sebelum abad ke 19 belum ada usaha-usaha untuk
mengadakan pengukuran intelegensi. Sebab pada waktu itu pengajaran di berikan
secara individual, sehingga tidak timbul masalah-masalah dalam kecakapan.
Setelah pengajaran itu dimulai meluas dan di praktekan secara klasikal maka mulailah timbul masalah-masalah
perbedaan individual antar murid. Guru yang mengajar dalamsatu kelas akan
menghadapi sejumlah anak dengan kapasitas yang berbeda-beda. Ada anak yang
mempunyai kapasitas yang cukup tinggi, ada anak yang mempunyai kapasitas yang
sedang, ada yang mempunyai kapasitas yang rendah, bahkan ada anak yang
mempunyai kapasitas yang sangat rendah tersebut disebut anak yang lemah jiwa.
Untuk dapat membedakan, mana anak anak yang normal yang
dapat mengikuti pelajaran di sekolah dasar biasa, dan mana anak yang lemah jiwa
yang harus diberikan pelajaran dalam sekolah khusus, maka perlulah adanya suatu
alat pengukur. Dengan demikian maka mulailah dirasakannya adanya kebutuhan
untuk mendapatkan alat yang dapat membedakan antara kedua golongan anak-anak
tersebut.
Orang yang paling berjasa dalam perkembangan tes adalah Alfred Binet dan Theodore Simon berkebangsaan
Prancis. Sejak tahun 1890 Binet mengadakan percobaan-percobaan untuk menemukan
alat yang dapat di gunakan untuk mengukur perbedaan-perbedaan individual.
Munculnya
tes ini diawali dari adanya suatu kebutuhan oleh Pemerintah Perancis (Menteri
Pendidikan dan Pengajaran) tahun 1904 akan adanya suatu alat yang dapat
membedakan antara anak-anak yang normal dan anak-anak yang terbelakang mental.
Untuk keperluan itu maka Alfred Binet diberikan kepercayaan untuk menyusun alat
tersebut, dan dengan dibantu oleh Simon terbitlah tes yang pertama Tes
Binet-Simon pada tahun 1905. Pada tahun 1905, mereka menghasilkan skala
Binet-Simon yang pertama. Tes ini terdiri dari sejumlah tugas/pertanyaan. Anak
yang dapat menjawab dengan betul sejumlah pertanyaan tertentu dapat digolongkan
sebagai anak yang normal, sedangkan apabila syarat ini tidak dipenuhi maka anak
tersebut digolongkan anak lemah jiwa.
Tes
ini diterbitkan pada tahun 1905 itu masih merupakan tes yang sederhana. Binet
dan Simon terus berusaha untuk menyempurnakan hasil karyanya. Pada tahun 1908
dapat diterbitkan suatu tes yang merupakan pembaharuan dari pada tes yang
diterbitkan pada tahun 1905. Tes-tes itu dibagi menjadi beberapa golongan
menurut umur. Apabila seorang anak dapat menjawab suatu tes yang termasuk
kedalam golongan umur 5 tahun maka dikatakan bahwa umur psikis anak tersebut
adalah 5 tahun
Berdasarkan
perbedaan antara umur kronologis anak yang bersangkutan dengan umur psikisnya,
maka anak-anak dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
a.
Golongan superior, yaitu apabila umur psikis yang dicapai
lebih tinggi dua tahun atau lebih dariumur kronologisnya.
b.
Golongan anak normal, yaitu apabila umur psikis yang dicapai
sama atau selisih satu tahun dengan umur kronologisnya.
c.
Golongan inferior, yaitu apabila umur psikis yang dicapai
dua tahun lebih rendah dari umur kronologisnya.
Tes
yang diterbitkan Binet Simon tahun 1908 tersebut banyakmenarik perhatian para
ahli, baik di Eropa maupun di Amerika. Mereka mencobakan tes Binet Simon di
Negaranya masing-masing, kemudian
melaporkan hasil-hasil yang mereka capai. Dari laporan-laporan tersebut
ternyata bahwa tes yang diterbitkan pada tahun 1908 itu masih mengandung
kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu kembali Binet dan Simon bekerja keras
untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tesnya. Pada tahun 1911 terbitlah
revisinya yang terakhir. Dan setelah revisi yang terakhir Binet meninggal dunia
pada tahun itu juga.
Dari
revisi yang dilakukan tahun 1911 ini umur psikis seseorang yang tidak hanya di
tentukan olah golongan umur tertinggi yang dapat dijawab secara benar oleh
anak. Umur psikis diman suatu tes dapat dijawab dengan betul seluruhnya disebut
umur psikis dasar. Kemudian untuk setiap pertanyaan yang dapat dijawab dengan
benar pada seri pertanyaan diatas umur psikis dasar ini deberikan lagi nilai
sebesar satu tahun per jumlah pertanyaan dalam seri tersebut. Misalnya, satu
seri pertanyaan terdiri dari 6 pertanyaaan dan dapat dijawab dengan betul oleh
anak sebanyak 2 pertanyaan; maka kepada anak ini di tambahkan lagiumur psikis
sebanyak
tahun.

Setelah
penerbitan tahun 1911 itu masih banyak lagi dilakukan revisi-revisi terutama
sekali di Amerika Serikat. Beberapa revisi terpenting antara lain adalah
sebagai berikut:
a.
Revisi Kuhlmann. Kuhlmann melakukan dua kali revisi, yaitu
yang pertama tahun 1912, dan yang kedua tahun 1922.
b.
Revisi yang dilakukan oleh Lewis M. Terman dari Stanford
University, yang selanjutnya dikenal dengan revisi Stanford, pada tahun 1916.
c.
Revisi Terman dan Daud Merril pada tahun 1937
d.
Revisi Herring pada tahun 1922
e.
Revisi Norden pada tahun 1932
Dari
penggunaan revisi Stanford dapat diketahui bahwa ukuran kecerdasan seseorang
yang didasarkan atas perbedaan umur kronologis ternyata tidak tepat. Sebab
seorang anak yang b erumur 4 tahun yang mencapai umur psikis 5 tahun, ternyata
setelah anak itu berumur 8 tahun ia mencapai umur psikis 10 tahun. Jadi
perbedaan umur kronolgis dengan umur psikis ternyata tidak tetap. Dan yang
tetap ternyata adalah perbandingan antara umur kronologis dengan umur psikis
atau umur mental.
Berdasarkan
kenyataan tersebut, William Stern mengemukakan, bahwa untuk menentukan tingkat
kecerdasan seseorang hendaknya digunakan istilah (QP) “quotion Psychis,” yang merupakan indeks perbandingan antara umur
psikis dengan umur kronologis. Jadi apabila seorang anak berumur 4 tahun
mencapai umur psikis 5 tahun, maka quotion psikis (QP) adalah 5 : 4 = 1,25.
Konsep
Willian Stern mengenai ukuran kecerdasan seseorang dengan perbandingan umur
psikis dengan umur kronologis dapat diterima oleh Terman. Tetapi Terman tidak
sependapat dengan penggunaan istilah QP (Quotion Psychis). Terman mengemukakan
istilah Inteligensi Quotion (IQ). Dan supaya mendapatkan bilangan bulat, maka
hasil perbandingan antara umur psikis dengan umur kronologis dikalikan lagi
dengan 100. Dengan demikian maka anak yang berumur 4 tahun yang mencapai umur
psikis 5 tahun, Inteligensi Quotion (QP)nya adalah :
x 100 = 125.

Bagi
Terman ukuran ini merupakan petunjuk terhadap kecerdasan seorang anak,oleh
karena itu pada hakikatnya menyatakan perbandingan antara perkembangan psychis
seorang anak normal yang sebaya.
Dari
uraian yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa usaha-usaha
pengukuran Inteligensi baru dimulai pada akhir abad kesembilan belas. Dan yang
dapat dipandang sebagai perintis pengukuran integensi adalah Binet dan Simon.
Setelah tes Binet Simon barulah muncul sejumlah tes inteligensi yang lain.
Tes
Binet Simon adalah merupakan tes inteligensi yang pertama. Dan aspek aspek yang
diukur dalam tes ini meliputi:
a.
Penguasaan informasi. Misalnya : “satu minggi ada berapa
hari?
b.
Koordinasi gerak. Misalnya: anak di suruh mengambil suatu
benda.koordinasi gerak anak pada waktu mengambil benda tersebut dinilai.
c.
Perbendaharaan kata. Termasuk mencari persamaan kata dan
lawan kata.misalnya: jauh lawanya……..,
Persamaan katanya adalah……
d.
Kemampuan menghitung. Misalnya : berapa jambu diperoleh
dengan uang seratus, apabila harga satu jambu adalah sepuluh rupiah.
e.
Mencari persamaan dan perbedaan. Misalnyaapa persamaan antara
jeruk dengan salak? Apa perbedaan antara semut dengan kupu-kupu.
f.
Klasifikasi. Misalnya : cari satikata diantara empat kata
yang tidak termasuk dalam golongan tiga kata yang lainya.kata-kata tersebut
adalah: sapi, kerbau, ayam, kambing.
g.
Pemahaman. Misalnya: “apa yang akan kamu lakukan apabila
kamu ketinggalan kereta api?
h.
Melengkapi/menyelesaikan gambar. Misalnya kepada anak
diperlihatkan gambar orang yang telinganya belum ada. Maka akan disuruh
melengkapi gambar tersebut.
i.
Analogi. Misalnya: ayah laki-laki, ibu……………
j.
Ingatan. Diukur dengan jalan mengukur kemampuan anak
menirukan kata-kata yang diucapkan.
k.
Menyusun kalimat. Misalnya: coba buat kalimat dengan menggunakan
kata-kata: pencuri - anton – uang.
l.
Menyelesaikan deret bilangan. Misalnya: selesaikanlah deret
deret berikut: 2; 3; 5; 8;………..
Dari
sejarah pengukuran inteligensi diatas, tes-tes Binet Simon dibagi-bagi menurut
umur. Jadi ada tesumur 3 tahun, ada tes umur 4 tahun dan seterusnya. Dalam memberikan
tes terhadap seorang anak, biasanya dimulai dari umur tes yang sesuai dengan
umur anak bersangkutan. Apabila anak masih membuat kesalahan dalam tingkatan
tersebut, maka diberikan tes pada tingkat umur bawahnya, sampai anak tersebut
betul untuk seluruh seri tes umur tertentu. Setelah itu selanjutnya pada
seri-seri tes dalam umur yang lebih tinggi, samapai anak itu gagal menjawab
semua pertanyaan dalam umur tes tertentu.
Seperti
yang telah di paparkan dalam sejarah pengukuran inteligensi apabila anak dapat
menjawab suatu seri tes dengan betul semua, maka anak itu diberi skor umur
mental sesuai dengan umur tes yang dapat dijawab dengan betul. Kemudian setiap
satu pertanyaan yang dapat dijawab dengan betul pada seri diatasnya diberiskor
umur mental sebanyak 1 tahundi bagi dengan jumlah pertanyaan dalam seri
tersebut.
Misalnya
kita akan memberi tes kepada seorang anak yang berumur 8 tahun 4 bulan. Maka
anak tersebut mulai kita berikan tes umur 8 tahun juga. Misalkan saja dari 6
buah pertanyaan di hanya dapat menjawab 4 buah pertanyaan. Oleh karena dalamn
tes umur 8 tahun ini ia masih membuat kesalahan, maka kita berikan seri tes
umur7 tahun. Misalnya dari 6 buah pertanyaan umur 7 tahun, dapat dijawab betul
semua. Karena ia betul menjawab semua pertanyaan nmaka anak tersebut di beri
skor umur mental 7 tahun. Sekarang kita lanjutkan memberikan tes pada umur
diatasnya. Tes umur 8 tahun telah kita berikan tadi. Karena diantara 6
pertanyaan ia dapat menjawab 4 pertanyaan maka ia mendapat tambahan umur mental
4/6 tahun.
Sekarang
kita lanjutkan memberikan tes umur 9 tahun. misalkan dari 6 pertanyaan umur 9
tahun ia dapat menjawab 3 pertanyaan. Maka ia mendapat tambahan skor umur mental
sebanyak 3/6 tahun. Kita lanjutkan lagi pada tes umur 10 tahun. Misalkan dari 6
buah pertanyaan umur 10 tahun ia tidak dapat menjawab semuanya atau salah
semua, maka ia tidak mendapat tambahan skor umur mental. Kita tidak perlu
memberikan tes umur 11 tahun karena tes umur 10 tahun saja anak tersebut sudah
salah semua, jelas bahwa dalam tes umur 11 tahun yang lebih sukar anak itu tidak
akan bisa menjawab.
Dari
contoh yang diuraikan diatas, maka kita dapat menghitung umur mental anak
sebagai berikut:
ü Betul semua
pertanyaan umur 7 tahun………. : 7 tahun
ü Betul 4 dari 6
pertanyaan umur 8 tahun……… : 4/6 tahun
ü Betul 3 dari 6
pertanyaan umur 9 tahun……… : 3/6 tahun
ü
Salah semua pertanyaan umur 10 tahun……… : 0
tahun

Total
= 8
tahun

Jadi umur mental anak
tersebut ialah 8
tahun. Berdasarkan
umur mental atau mental age (MA) dan umur kronologi atau chronological age (CA)
anak tersebut maka kita dapat menghitung Inteligensi Quotion (IQ) anak tersebut
dengan rumus:

IQ =
x 100 =
x 100 = 98


Untuk
mengetahui status seseorang yang mempunyai IQ tertentu maka perlu kita ketahui
kriteriayang dipergunakan untuk mengklasifikasikan IQ. Adapun klasifikasi
tersebut adalah sebagai berikut:
ü 140 keatas :
Genius
ü 130 ke 139 :
Sangat Superior
ü 120 ke 129 :
Superior
ü 110 ke 119 :
Diatas Normal
ü 90 ke 109 :
Normal
ü 80 ke 89 :
Dibawah Normal
ü Dibawah 70 : Lemah
Jiwa
Dengan
memperggunakan kriteria tersebut, maka anak dalam contoh diatas yang mempunyai
IQ = 98 adalah termasuk anak normal.
Untuk mengetahui tentang tes lebih dalam, terlebih
dahulu kita memahami teori-teori kemampuan manusia, diantaranya yaitu :
1.
Teori “uni-faktor”
Pada
tahun 1911, Welliam Stern memperkenalkan suatu teori tentang intelegensi yang
disebut “uni-factors theory”. Menurut teori ini intelegensi merupakan kapasitas
atau kemampuan umum. Oleh karena itu, cara keja intelegensi juga bersifat umum.
Kapasitas umum yang ditimbulkan lazim dikemukakan dengan kode G (General
Capacity).
2.
Teori “two-factors”
Pada
tahun 1904 sebelum Stern, seorang ahli matematika bernama Charles Spearman
mengajukan teori ini, yang dikenal dengan sebutan “two kinds of factors
theory”. Spearman mengembangkan teori intelegensi berdasarkan suatu faktor
mental umum yang diberi kode “G” serta faktor-faktor spesifik yang diberi tanda
“S” untuk menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi permasalahan.
Faktor G lebih tergantung kepada dasar, sedangkan faktor S itu dipengaruhi oleh
pengalaman (lingkungan, pendidikan).
3.
Teori “multi-factors”
Teori ini
dikembangkan oleh E.L Thorndike. Menurutnya teori ini tidak berhubungan dengan
konsep faktor “G” yang mana bahwa intelegensi terdiri dari bentuk
hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon hubungan neural khusus
inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Intelegensi menurut teori ini
jumlah koneksi aktual dan potensial di dalam sistem syaraf. Misalnya ketika
seorang individu menghapus sajak itu berarti bahwa ia dapat melakukan itu
karena terbentuknya koneksi-koneksi di dalam sistem syaraf akibat belajar atau
latihan.
Dari beberapa teori
tersebut diatas maka dikemukakan perbedaan teori lama dengan teori baru, yakni
:
1.
Teori lama
Dalam teori lama
mengatakan bahwasanya pada umumnya manusia memiliki kemampuan yang sama dan di
pergunakan secara bersamaan dengan seluruhnya.
2.
Teori baru
Dalam teori baru membantah dari pernyataan dalam teori
lama dan mangatakan bahwasanya manusia mempunyai kemampuan umum yang
berbeda-beda dan dalam faktor kemampuan umum tersebut masih ada kemampuan
khusus yang berbeda-beda pula. Kemampuan khusus tersebut hanya digunakan pada
saat-saat tertentu. Dimana dalam teori baru ini, factor kemampuan umum di
simbolkan dengan (G) dan factor kemampuan khusus atau spesifik (S).
Factor
umum inilah yang dusebut dengan inteligensi sedangkan factor khusus disebut
bakat atau aptitud.





![]() |
Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa A mempunyai
factor G yang lebih kecil dari pada B. tetapi G +S1 pada A sama dengan G + S1
pada B. oleh karena itu kapasitasA dan B dalam jenis kecakapan S1 tersebut
adalah sama. Dalam gambar tersebut akan terlihat pula bahwa kapasitas A dalam
kecakapan S2 lebih rendah dari B, tetapi kapasitas dalam kecakapan S3, A lebih tinggi dari pada B.
B.
PENGERTIAN TES
Secara
harafiah kata “tes” berasal dari bahasa Perances Kuno, testum nydengan
arti “piring untuk menyisihkan logam-logam mulia” (maksudnya dengan menggunakan
alat berupa piring itu akan dapat diperoleh jenis-jenis logam mulia yang
nilainya sangat tinggi) dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan dengan “tes”, “ujian” atau “percobaan”.
Ada
beberapa istilah yang memerlukn penjelasan sehubungan dengan uraian di atas,
yaitu istilah test, testing, tester dan testee, yang masing-masing
mempunyai pengertian yang berbeda. Test adalah alat atau prosedur yang
dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilian, testing berarti saat
dilaksanakannya atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian, tester
artinya orang yang melaksanakan tes, atau pembuat test, atau eksperementor,
yaitu orang yang sedang melakukan percobaan (eksperemen) sedangkan testee
(mufrad) dan testees (jama’) adalah pihak yang sedang dikenai test (=peserta
tes = peserta ujian) atau pihak yang sedang dikenai percobaan (=tercoba)
Yang
dimaksud dengan tes adalah cara yang dapat dipergunakan atau prosedur yang
ditempuh dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang
terbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa
pertayaan-pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus
dikerjakan oleh testee, sehingga atas dasar data yang diperoleh dari hasil
pengukuran tersebut dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku
atau prestasi testee,
Beberapa
pengertian tes menurut beberapa ahli yaitu :
1. Menurut Sumadi Surya
Brata, tes adalah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab dan atau
perintah-perintah yang harus dijalankan, yang mendasarkan testee menjawab
pertanyaan-pertanyaan atau melakukan perintah-perintah itu, penyelidik
mengambil kesimpulan dengan cara membandingkan dengan standar atau testee lainnya.
2. Menurut Allen dan
Yen, tes adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu. Karena
itu, di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas
yang harus dikerjakan, yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis
tertentu (sampel perilaku) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang
dikenai tes tersebut.
3. Menurut Riduwan (
2006: 37) tes sebagai instrumen pengumpulan data adalah serangkaian pertanyaan
/ latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan pengetahuan, intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki individu / kelompok.
4. Menurut Rusli Lutan
(2000:21) tes adalah sebuah instrument yang dipakai untuk memperoleh informasi
tentang seseorang atau obyek.
5. Menurut Anne Anastasi
dalam karya tulisnya berjudul Psychological Testing, yang dimaksud dengan tes
adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang obyektif sehingga dapat
digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untuk mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
6. Menurut Lee J.
Gronbach, tes adalah suatu prosedur yang sistemantis untuk membandingkan
tingkah laku dua orang atau lebih.
Dari
beberapa pengertian tes diatas dapa di simpulkan bahwa tes merupakan suatu
prosedur yang sistematis dan alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif
yang dapant digunakan secara luas untuk mengukur/menilai khusunya bidang
pendidikan, membandingkan ketrampilan,
intelegensi dimana berupa pertanyaan-peranyaan yang harus dijawab, perintah
yang harus dijalankan, dan petunjuk yang harus diikuti sehingga tentang aspek psikologi tingkah laku, dan prestasi
seorang individu maupun kelompok.
Bab
3 Tujuan, Fungsi


A.
TUJUAN TEKNIK TES
Anak-anak
dengan serius mendengarkan penjelasan guru ketika mengajar di depan kelas,
mencatat inti penjelasan guru serta turut aktif dalam proses belajar mengajar.
Pada saatnya nanti, sesuai dengan kalender akademik akan melakukan ujian/tes
baik UTS (Ujian Tengah Semester), UAS (Ujian Akhir Semester) dan bahkan setiap
tahun ujian kenaikan kelas atau kelulusan.
Dari hal
tersebut, muncul pertanyaan di benak kita masing-masing, apakah sebenarnya
tujuan pemberian tes kepada siswa? yaitu ingin mengetahui apa yang diketahui
siswa dari pembelajaran yang telah diberikan guru selama proses belajr.
Jadi, tujuan seorang guru memberikan tes kepada
siswa adalah untuk mengetahui apa yang diketahui siswa dari pembelajaran yang
telah diberikan guru di dalam kelas.
Ada beberapa
alasan yang dapat kita kaji yang berkaitan dengan tes untuk mengetahui apa yang
diketahui siswa, diantaranya.
1.
Pada hakikatnya, seorang guru mengajar adalah agar siswa dapat berubah
menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari perubahan perilaku siswa dari
semula yang tidak tahu menjadi tahu.
2.
Indikator keberhasilan/pencapaian
·
Apakah siswa telah berhasil seperti yang guru harapkan/inginkan?
·
Apakah guru telah mengajar seperti yang siswa senangi/butuhkan?
3.
Pencapaian indikator sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan.
4.
Sesuai dengan kurikulum yang telah dijabarkan oleh seorang guru di dalam
RPP, yang mana terdapat indikator pencapaian siswa, apakah indikator tersebut
telah tercapai? Hal ini dapat terlihat dari nilai tes yang diperoleh siswa.
5.
Korelasi antara apa yang dipelajari dan apa yang dites.
Dalam
memberikan tes, seorang guru pastinya akan menguji dari apa yang telah
diajarkan. Soal yang diberikan juga biasanya diawali dengan soal yang mudah
hingga soal yang sulit. Sesuai dengan nilai tes, siswa akan mendapatkan
ranking. Dengan demikian, mereka yang belajar serius akan merasa dihargai
dengan pemberian ranking sebagai tanda keberhasilannya.
Jadi, tujuan dari
pemberian tes yaitu untuk:
1.
Menilai kemampuan
belajar murid
- Memberikan
bimbingan belajar kepada murid
- Mengecek
kemampuan belajar
- Memahami
kesulitan-kesulitan belajar
5.
Menilai efektivitas atau keberhasilan mengajar
B.
FUNGSI TES
Fungsi tes Secara
umum, ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes yaitu:
a.
Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan
ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar
dalam jangka waktu tertentu.
b.
Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab
melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
Menurut Arikunto (2009:151), fungsi tes dapat ditinjau dari
3 hal, yakni:
a.
Fungsi untuk kelas
b.
Fungsi untuk bimbingan
c.
Fungsi untuk administrasi
Fungsi
Untuk
Kelas
|
Fungsi
Untuk
Bimbingan
|
Fungsi
Untuk
Administrasi
|
a.
Mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa
b.
Mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
c.
Menaikan tingkat prestasi.
d.
Mengelompokan siswa dalam kelas pada waktu metode
kelompok.
e.
Merencanakan kegiatan proses belajar mengajar untuk siswa
secara perseorangan
f.
Menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus.
g.
Menentukan tingkat pencapaian unutk setiap anak.
|
a.
Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang
anak-anak mereka.
b.
Membantu siswa dalam menentukan pilihan.
c.
Membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
d.
Memberikan kesempantan kepada pembimbing, guru, dan orang
tua dalam memahami kesulitan anak.
|
a.
Memberikan petunjuk dalam mengelompokan siswa.
b.
Penempatan siswa baru.
c.
Membantu siswa memilih kelompok.
d.
Menilai kurikulum.
e.
Memperluas hubungan masyarakat.
f.
Menyediakan informasi untuk badan-badan lain diluar
sekolah
|
C.
PENGGOLONGAN TES
1.
Penggolongan tes
berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/ kemajuan belajar
peserta didik.
Sebagai
alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan,
tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu
dilakukan. Misalnya Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat
pengukur perkembangan/ kemajuan belajar peserta didik. Ditinjau dari segi
fungsi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur perkembangan belajar
peserta didik, tes dapat dibedakan menjadi enam golongan, yaitu : 1) Tes
seleksi, 2) Tes awal, 3) Tes akhir, 4) Tes diagnostik, 5) Tes formatif dan 6)
Tes sumatif.
a) Tes Seleksi, Tes
seleksi sering dikenal dengan istilah “ujian seringan” atau “ujian masuk”. Tes
ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, dimana hasil tes
digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari
sekian banyak calon yang mengikuti tes. Materi tes pada
tes seleksi ini merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program pendidikan
yang akan diikuti oleh calon. Sesuai dengan sifatnya, yaitu menyeleksi atau
melakukan peyaringan, maka materi tes seleksi terdiri atas butir-butir yang
cukup sulit, sehingga hanya calon-calon yang tergolong memiliki kemampuan
tinggi sajalah yang dimungkinkan dapat menjawab butir-butir soal tes dengan
betul. Tes seleksi dapat dilaksanakan secara lisan, secara tertulis, dengan tes
perbuatan, dan dapat pula dilaksanakan dengan mengkombinasikan ketiga jenis tes
tersebut secara serempak.
Sebagai tindak lanjut dari hasil tes seleksi, maka para calon yang
dipandang memenuhi batas persyaratan minimal yang telah ditentukan dinyatakan
sebagai peserta tes yang lulus dan dapat diterima sebagai siswa baru, sedangkan
mereka yang dipandang kurang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan,
dinyatakan tidak lulus dan karenanya tidak dapat diterima sebagai siswa baru. Tes ini terdiri dari
dua jenis yaitu :
·
Tes Awal, Tes awal sering dikenal dengan istilah pre-tes.
Tes jenis ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi
atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dikuasai oleh para peserta
didik.
·
Tes Akhir, Tes akhir sering dikenal dengan istilah
post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua
materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan
sebaik-baiknya oleh para para peserta didik.
b) Tes Diagnostik, Tes
diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis
kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran
tertentu. Dengan diketahuinya jenis-jenis kesukaran yang
dihadapi oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan upaya
berupa pengobatan (theraphy) yang tepat. Tes diagnostik juga bertujuan ingin
menemukan jawaban atas pertanyaan “Apakah peserta didik sudah dapat menguasai
pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan
selanjutnya?”
Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik umumnya ditekankan pada
bahan-bahan tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami
siswa. Tes jenis ini dapat dilaksanakan dengan secara lisan, tertulis,
perbuatan atau kombinasi dari ketiganya.
Sesuai dengan nama tes itu sendiri (diagnose = pemeriksaan), maka jika
hasik “pemeriksaan” itu menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta didik yang
sedang “diperiksa” itu termasuk rendah, harus diberi bimbingan secara khusus
agar mereka dapat memperbaiki tingkat penguasaannya terhadap mata pelajaran
tertentu.
c)
Tes Formatif, Tes formatif adalah tes hasil belajar yang
bertujuan untuk mengetahui, sudah sejauh manakah peserta didik “telah
terbentuk” (sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan) setelah mereka
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Soal-soal tes formatif ada yang mudah
dan ada pula yang sukar, bergantung kepada tugas-tugas belajar (learning tasks)
dalam program pengajaran yang akan dinilai. Tujuan utama tes formatif adalah
untuk memperbaiki proses belajar, bukan untuk menentukan tingkat kemampuan
anak. Tes formatif sesungguhnya merupakan criterion-referenced test. Tes
formatif yang diberikan pada akhir satuan pelajaran sesungguhnya bukan sebagai
tes formatif lagi, sebab data-data yang diperoleh akhirnya digunakan untuk
menentukan tingkat hasil belajar siswa. Tes tersebut lebih tepat disebut
sebagai subtes sumatif. Jika dimaksudkan untuk perbaikan proses belajar, maka
maksud itu baru terlaksana pada jangka panjang, yaitu pada saat penyusunan
program tahun berikutnya. Tindak lanjut yang perlu dilakukan setelah
diketahuinya hasil tes formatif adalah:
a.
Jika materi yang diteskan itu telah dikuasai dengan baik,
maka pembelajaran dilanjutkan dengan pokok bahasan yang baru.
b.
Jika ada bagian-bagian yang belum dikuasai, maka sebelum
dilanjutkan dengan pokok bahasan baru, terlebih dahulu diulangi atau dijelaskan
lagi bagian-bagian yang belum dikuasai oleh peserta didik. Tes Sumatif, Tes
sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan
program pengajaran selesai diberikan. Di sekolah, tes ini dikenal dengan
istilah “Ulangan Umum” atau EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), dimana
hasilnya digunakan untuk mengisi nilai raport atau mengisi ijazah (STTB). Tes sumatif ini pada umumnya disusun atas dasar materi pelajaran yang
telah diberikan selama satu catur wulan atau satu semester. Dengan demikian
materi tes sumatif itu jauh lebih banyak ketimbang materi tes formatif.
Tes sumatif dilaksanakan secara
tertulis, agar semua siswa memperoleh soal yang sama. Butiran-butiran soal yang
dikemukakan dalam tes sumatif ini pada umumnya juga lebih sulit atau lebih
berat daripada butir-butir soal tes formatif.
Yang menjadi tujuan utama tes
sumatif adalah untuk menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta
didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu,
sehingga dapat ditentukan:
a.
Kedudukan dari masing-masing peserta
didik di tengah-tengah kelompoknya;
b.
Dapat atau tidaknya peserta didik
untuk mengikuti program pengajaran berikutnya (yang lebih tinggi), dan;
c.
Kemajuan peserta didik, untuk
menginformasikan kepada orang tua, petugas bimbingan dan konseling,
lembaga-lembaga pendidikan lainnya, atau pasaran kerja, yang tertuang dalam
bentuk Rapor atau Surat Tanda Tamat Belajar.
2.
Penggolongan tes
berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkapkan.
Ditilik dari segi aspek kejiwaan yang ingin diungkap, tes
setidak-tidaknya dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu :
a)
Tes intelegensi, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
Contohnya
: Berapa jambukah diperoleh dengan uang seratus ribu, apabila harga satu jambu adalah sepeluh ribu.
b)
Tes kemampuan, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki oleh testee.
Contohnya
: 1). Bagaimana melambungkan bola keatas?
2). Bagaimana memetik gitar dengan nada dasar G?
c)
Tes sikap, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap predisposisi atau kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu
respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun
obyek-obyek tertentu.
Contohnya : 1. Jika dalam perjalanan kamu melihat seseorang
yang lagi
membutuhkan
pertolongan karena motornya masuk jurang,
apa yang akan kamu
lakukan?
a. Melihatya dan lalu
pergi.
b. Meminta bantu dengan
orang lain.
c. membantunya mengambil
motornya yang masuk jurang
d. menertawakanya.
d)
Tes kepribadian, yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengungkap ciri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya bersifat
lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau
kesenangan dan lain-lain.
Contohnya : hal apa yang membuat kamu senang saat liburan?
a. Jalan-jalan c. Liburan kerumah
kawan
b. Belajar dirumah d. Nonton
e)
Tes hasil belajar, tes ini juga sering dikenal dengan
istilah tes pencapaian yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi.
Contohnya
: 1. Apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling?
2. Jelaskan pengerian dari teknik tes.
3.
Penggolongan
lain-lain.
a. Ditilik dari segi
banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dapat dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu :
·
Tes individu, yakni tes yang dimana tester hanya berhadapan
langsung dengan satu orang testee saja. Contohnya : apa yang kamu kerjakan
sekarang ini?
·
Tes kelompok Yakni tes dimana testee berhadapan dengan lebih
dari satu orang testee. Contohnya : mengapa kalian membuat kelompok ini?
b. Ditilik dari dari
segi waktu yang disediakan bagi teste untuk menyelesaikan tes, tes dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
·
Power test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat
testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi, dan
·
Speed test, yaitu tes dimana waktu yang disediakan buat
testee untuk menyelesaikan tesebut dibatasi.
c. Ditilik dari segi
bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :
·
Verbal test, yaitu tes yang menghendaki respon (jawaban)
yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan
atau tertulis.
·
Nonverbal test, yaitu yang menghendaki respon (jawaban) dari
testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan
atau tingkah laku
d. Terakhir ditilik dari
segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat
dibedakan menjadin dua golongan, yaitu :
·
Tes tertulis, yaitu jenis tes dimana tester dalam mengajukan
butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee
memberikan jawabannya juga secara tertulis
·
Tes lisan, yaitu tes dimana tester didalam mengajukan
pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan, dan testee
memberikan jawabannya secara lisan .


A.
PERSYARATAN TES
Sebuah tes yang dapat
dikatakan baik sebagi alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, sebagai
berikut :
1.
Validitas
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas apabila tes itu
dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Artinya tes yang hendak diberikan
kepada peserta didik harus dapat menjadi alat ukur terhadap tujuan yang sudah
ditentukan.
Realibilitas
berasal dari kata reliability, reliable
yang artinya dapat dipercaya, berketepatan. Sebuah tes dikatakan memiliki
reliabilitas apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Artinya,
jika peserta didik diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka
setiap siswa akan tetap berada pada urutan yang sama dalam kelompoknya.
3.
Objektivitas
Objektivitas dalam pengertian sehari-hari berarti tidak
mengandung unsur pribadi. Kebalikanya adalah subyektivitas, yang berarti
terdapat unsur pribadi. Jadi, sebah tes dikatakan objektif apabila tes itu
dilaksanakan dengan tidak ada faktor pribadi yang mempengaruhi, terutama pada
sistem scoring.
4.
Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi
apabila tes tersebut bersifat praktis. Artinya, tes itu mudah dilaksanakan,
mudah pemeriksaanya, dan di lengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat
diberikan atau diawali oleh orang lain dan juga mudah dalam membuat
administrasinya.
5.
Ekonomis
Tes memiliki sebutan ekonomis apabila
pelaksanaan tes itu tidak membutuhkan ongkos atau biaya yang mahal, tenaga yang
banyak, dan waktu yang lama.
B.
LANGKAH LANGKAH DALAM
PENYUSUNAN TES.
Tentu
saja setiap guru akan dengan mmudah mengantakan bagian pelajaran mana yang akan
dicakup dalam sebuah tes jika sudah diketahui tujuanya.
Urutan langkah yang
dilakukan dalam penyusunan tes adalah :
1. Menentukan tujuan mengadakan
tes.
2. Mengadakan pembatasan
terhadap bahan yang akan diteskan.
3. Merumuskan tujuan instruksional khusus (TIK)
dari tiap bagian bahan.
4. Menderetkan semua
TIK dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku dalam
terkandung TIK itu, tabel digunakan untuk identifikasi terhadap tingkah laku
yang dikehendaki, agar tidak terlewati.
Contoh:
Tabel TIK dan Aspek Tingkah Laku yang dicakup
Indikator
Aspek Tingkah Laku
|
Ingatan
|
Pemahaman
|
Aplikasi
|
Keterangan
|
a. Siswa dapat menjumlahkan dua bilangan
bersusun.
|
Ö
|
Ö
|
||
b. Siswa dapat menerangkan hukum
komulatif dan seterusnya.
|
Ö
|
Ö
|
5. Menyusun tabel
spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berfikir yang diukur beserta imbangan
antara kedua hal tersebut.
6. Menuliskan
butir-butir soal, didasarkan atas indicator-indikator yang sudah dituliskan
pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup.
Apabila TIK ditulis sangat khusus, maka satu TIK diukur oleh
satu butir soal. Tetapi jika TIK itu merupakan TIK esensial, maka satu TIK
dapat diukur dengan lebih dari satu butir soal.
Menurut Nurkanca dan Sumartana (1983:51-57) dalam penyusunan
suatu tes, langkah-langkah yang harus di tempuh yaitu:
1.
Menyusun Lay-Out.
Suatu tes dapat
dikatakan suatu tes yang baik apabila materi yang tercantum dalam item-item tes
tersebut merupakan pilihan yang cukup representative terhadap materi pelajaran
yang diberikan di kelas yang bersangkutan. Apabila materi yang diungkapkan
dalam item-item suatu tes hanya menyangkut sebagaian kecil saja dari
keseluruhan materi yang harus dikuasai
olah murid-murid maka tes tersebut bukanlah merupakan tes yang baik. Sebaliknya
apabila materi yang diungkapkan dalam tes item-item tes tadi melebihi daripada
apa yang harus diketahui oleh murid-murid, maka tes semacam itupun bukanlah
merupakan tes yang baik.
Untuk mendapatkan
suatu tes yang cukup representative terhadap bahan yang ditetapkan dapat
dilakukan dengan mengadakan analisa rasional. Artinya kita mengadakan analisa
berdasarkan fikiran-fikiran yang logis bahan-bahan apa yang perlu kita kemukakan
dalam suatu tes, sehingga tes yang kita susun tersebut benar-benar merupakan
pilihan yang representative terhadap ketentuan-ketentuan yang terdapat pada
sumber-sumber tertentu seperti: tujuan pelajaran, rencana pelajaran, buku-buku
pedoman dan ketentuan-ketentuan lainya.
Analisa rasional ini
kita tuangkan dalam “blue-Print” atau Lay-Out” tentang pokok-pokok apa yang
kita kemukakan dalam tes.
Dalam Lay-Out ini
kita cantumkan beberapa hal yang penting yaitu:
c.
Ruang lingkup (scope) dari pengetahuan yang akan diukur
sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah kita tetapkan dalam kurikulum
atau dalam program evaluasi.
d.
Proporsi jumlah item dari pada tiap-tiap sub materi.
Proporsi jumlah item untuk tiap-tiap sub materi hendaknya sesuai dengan
proporsi daripada luas masing-masing sub materi. Misalnya apabila dalam suatu
materi terdiri dari tiga sub bab dengan proporsi 25% : 40% : 35%, maka jumlah
itemnya pun harus mengikuti proporsi 25% : 40% : 35%.
e.
Jenis pengetahuan atau aspek proses mental yang hendak
diukur. Ada beberapa klasifikasi yang dapat dipergunakan untuk menggolongkan
jenis-jenis pengetahuan yakni: pengetahuan factual, pengertian dan aplikasi.
Dlam mengadakan tes hendaknya ketiga jenis pengetahuan itu kita akui. Mengenai
proporsi daripada masing-masing jenis pengetahuan tersebut bergantung pada
urgensinya. Dan urgensi ini tergantung kepada jenis ilmu pengetahuan yang kita
berikan dan tujuan pendidikan pada lembaga pendidikan tersebut.
f.
Bentuk tipe tes yang akan dipergunakan lebih dari satu
bentuk/tipe tes. Misalnya multiple-choice, matching type, dan true-false.
Contoh
bentuk tabel Lay-Out dari sebuah rencana tes dalam sebuah pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam dengan materi pelajaran tentang “PANAS”.
Jenis
Materi
|
Proporsi
|
Jenis
pengetahuan
|
Bentuk
soal
|
Jumlah
item
|
||
T.F
|
M.C
|
Mch
|
||||
Sumber panas
|
14%
|
-
Factual
-
Pengertian
-
Aplikasi
|
1
1
-
|
1
1
-
|
1
1
-
|
3
3
-
|
Mengukur suhu
|
32%
|
-
Factual
-
Pengertian
-
Aplikasi
|
-
2
1
|
2
2
1
|
2
2
1
|
4
6
3
|
Pengaruh panas
|
33%
|
-
Factual
-
Pengertian
-
Aplikasi
|
1
1
1
|
2
2
1
|
1
2
2
|
4
5
4
|
Perpindahan panas
|
21%
|
-
Factual
-
Pengertian
-
Aplikasi
|
-
1
1
|
1
1
1
|
1
2
-
|
2
4
2
|
Jumlah
|
100%
|
-
|
10
|
15
|
15
|
40
|
2.
Menulis soal
Setelah kita menyusun
Lay-Out, maka langkah selanjutnya adalah menuliskan pertanyaan-pertanyaan
(items writing). Kadang ada juga suatu kebiasaan untuk menuliskan item-item tes
segera setelah sesuatu persiapan mengajar selesai disusun. Apabila kebiasaan
tersebut dilakukan, maka langkah penulisan soal-soal ini dengan sendirinya bisa
dilampaui.
Untuk menuliskan
soal-soal/item-item tes yang baik, maka kita harus berpedoman kepada
saran-saran penyusunan item untuk tiap-tiap tipe tes. Banyaknya item yang
ditulis hendaknya lebih banyak dari pada item yang diperlukan, sehingga
nantinya bisa dipilih item-item mana yang lebih
baik.
3.
Menata soal
Setelah soal-soal yang
diperlukan untuk suatu tindakan tes mencukupi maka langkah selanjutnya ialah
mengatur soal-soal tersebut. Dalam pengaturan ini kita kelompokan soal-soal itu
menurut bentuknya. Jadi bukan menurut jenis materinya dan bukan menurut pola
atas jenis pengetahuan yang hendak di
ukur. Dengan demikian ada kelompok soal True-False, Multiple-Choice,
Completion, dan soal Matching.
Disamping menurut
kelompok, soal itu hendaknya diatur pula menurut taraf kesukarannya. Dalam
pengaturan soal menurut traf kesukaran ini ada dua pendapat. Pendapat pertama
mengatakan bahwa soal itu hendaknya diatur dari tingkat yang paling mudah
berturut-turut semakin sukar sampai dengan taraf yang sukar. Dengan pengaturan
ini soal permulaan akan dapat dikerjakan oleh hamper semua anak, sedangkan soal
terakhirnya hanya anak-anak yang pandai sajalah yang dapat mengerjakanya.
Pendapat lain
menyatakan bahwa soal-soal tersebut diatur menurut aturan berikut: ringan
sedang, berat, sedang, ringan. Dasar pemilihan dari pada pengaturan ini adalah dasar
psikologis, yaitu agar anak-anak keluar dari ruangan tes dengan fikiran yang
sudah ringan.
4.
Menetapkan skor
Setelah pengaturan
soal-soal selesai kita lakukan, langkah selanjutnya adalah menetapkan besar
skor yang diberikan untuk setiap item. Artinya kita tetapkan beberapa skor yang
akan diberikan untuk setiap jawaban yang diberikan oleh anak-anak. Cara menskor
yang banyak dilakukan adalah memberikan skor 1 (satu) untuk setiap jawaban yang
betul.
Tetapi kerap kali
diperlukan cara pemberian skor yang lain pula, misalnya untuk menghindari
terjadinya pemberian skor yang terlampau rendah atau tinggi untuk
pertanyaan-pertanyaan tertentu. dalam hal ini dipergunakan skor yang sebelumnya
telah ditetapkan besarnya, yaitu yang mengenai prinsip-prinsip pokok disediakan
skor yang lebih besar dari pada pertanyaan-pertanyaan yang kurang penting atau
tidaknya suatu pertanyaan disebut pemberian skor atas dasar bobot.
5.
Reproduksi tes
Setelah semua
langkah-langkah tersebut diatas dilampaui, maka langkah terakhir adalah mereproduksi
tes tersebut. Reproduksi ini bisa dalam bentuk ketikan, stensil atau pun
cetakan. Jumlah reproduksi kita sesuaikan dengan jumlah kebutuhan.
6.
Analisa empiris terhadap suatu hasil tes.
Apabila suatu tes
telah selesai kita laksanakan maka hasil-hasil yang di timbulkan oleh tes tadi
kita adakan analisa lagi. Analisa yang kita lakukan setelah suatu tes selesai
dilaksanakan adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a.
Bagaimanakah kualitas daripada item-item yang digunakan?
b.
Apakah item-item itu sudah cukup baik atau belum?
c.
Jika belum dimana letak kelemahanya?
d.
Apakah item tersebut masih bisa direvisi atau harus dibuang
sama sekali?
Analisa
seperti inilah yang disebut analisa empiris. Dengan analisa empiris ini dapat
kita ketahui apakah tes yang telah kita susun itu sudah merupakan tes yang baik
atau belum? Dengan analisa empiris ini dapat diketahui item-item mana yang
perlu diubah atau diperbaiki atau dibuang sama sekali, dan item-item mana yang
baik dipergunakan untuk selanjutnya.
Dengan
analisa empiris dan analisa rational yang berulang kali kita akan mendapatkan
item-item tes yang cukup baik. Item-item yang cukup baik ini dapat kita simpan
dalam “Bank Soal” dan dapat digunakan untuk keperluan tes selanjutnya.
Dalam
pemberian skor berdasarkan tipe-tipe tes (Nurkancan dan Sumartana, 1983:67)
yaitu:
a.
Rumus skor untuk tipe
True-False” (Benar/Salah)

S = ∑ (R – W) x Wt
Ket: S =
Skor
R =
Jumlah jawaban yang benar
W =
Jumlah jawaban yang salah
Wt =
Weight/bobot
b.
Rumus skor untuk
“multiple choice” (Pilihan ganda)

S
= ∑ (R -
) x Wt

Ket: n = Jumlah
option (alternatif) yang disediakan pada tiap-tiap item.
c.
Rumus skor untuk
“matching” (menjodohkan)

S = ∑ R – (
) x Wt

Ket: n1 = jumlah steatment pada kolom sebelah kiri
n2
= jumlah option pada kolom sebelah kanan
Catatan: oleh karena bilangan (
) merupakan bilangan yang sangat

kecil, sering bilangan tersebut
diabaikan saja sehingga rumus matching menjadi:

S = ∑ R x Wt
d.
Rumus skor untuk
“completion type” (melengkapi)

S = ∑ R x Wt
C.
KOMPONEN-KOMPONEN TES
Komponen Test terdiri
dari:
c.
Buku
tes,
yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang mesti dikerjakan
oleh siswa.
d.
Lembar
jawaban tes,
yaitu lembaran yang disediakan oleh penilain bagi testee untuk mengerjakan tes,
untuk bentuk pilihan ganda dibuat lembaran nomor dan huruf A, B, C, , E
menurut banyaknya alternative yang disediakan.
e.
Kunci
jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini
dapat berupa huruf atau kalimat. Untuk test bentuk uraian yang dituliskan
adalah kata-kata kunci atau kalimat seingkat untuk memberikan ancar-ancar
jawaban. Ide dari kunci jawaban ini adalah:
·
Pemeriksaan tes dapat dilakukan oleh orang lain
·
Pemeriksaannya betul,
·
Dilakukan dengan mudah,
·
Sedikit mungkin masuknya unsur subjektif
D.
PENYUSUNAN SOAL
TERSTANDAR
1.
Standar Kompetensi
Standar Kompetensi (SK) merupakan ukuran kemampuan minimal yang
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai,
diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari
suatu materi yang diajarkan. Bisa juga dikatakan SK adalah deskripsi
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai setelah siswa
mempelajari mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan tertentu pula.
Pada setiap mata pelajaran SK sudah ditentukan oleh para pengembang
kurikulum, yang dapat kita lihat dari Standar Isi. Jika sekolah memandang perlu
mengembangkan mata pelajaran tertentu, misalnya mengembangkan kurikulum muatan
lokal, maka perlu dirumuskan SKnya sesuai dengan nama mata pelajaran dalam
muatan lokal tersebut.
2. Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar (KD) merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan
materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.Kompetensi merupakan
perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan nilai dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dalam hal ini kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku
kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Dalam kurikulum kompetensi sebagai tujuan pembelajaran itu dideskripsikan
secara eksplisit, sehingga dijadikan standart dalam pencapaian tujuan
kurikulum. Baik guru maupun siswa perlu memahami kompetensi yang harus dicapai
dalam proses pembelajaran. Pemahaman ini diperlukan dalam merencanakan strategi
dan indikator keberhasilan. Ada beberapa aspek didalam kompetensi sebagai
tujuan, antara lain:
a.
Pengetahuan (knowlegde) yaitu kemampuan dalam bidang kognitif
b.
Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap
individu
c.
Kemahiran (skill)
d.
Nilai (value) yaitu norma-norma untuk melaksanakan secara praktik tentang
tugas yang dibebankan kepadanya
e.
Sikap (attitude) yaitu pandangan individu terhadap sesuatu
f.
Minat (interest) yaitu kecenderungan individu untuk melakukan suatu
perbuatan.
Sesuai aspek
diatas maka tampak bahwa kompetensi sebagai tujuan dalam kurikulum yang
bersifat kompleks artinya kurikulum berdasarkan kompetensi bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman kecakapan, nilai, sikap dan minat siswa
agar mereka dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran disertai tanggung
jawab. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai dalam kompetensi ini bukanlah
hanya sekedar pemahaman akan materi pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman
dan penguasaan materi itu dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga
Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal yang harus
dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang diberikan
dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Juga merupakan perincian atau
penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Adapun penempatan komponen
Kompetensi Dasar dalam silabus sangat penting, hal ini berguna untuk
mengingatkan para guru seberapa jauh tuntutan target kompetensi yang harus
dicapainya.
Adapun dalam
mengkaji kompetensi dasar mata pelajaran sebagaimana tercantum pada Standar Isi
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
a.
Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di Standar Isi.
b.
Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran.
c.
Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar mata
pelajaran.
Langkah-langkah untuk menyusun
kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
a.
Menjabarkan Kompetensi Dasar yang dimaksud.
b.
Tulislah rumusan Kompetensi Dasarnya.
c.
Mengkaji KD tersebut untuk mengidentifikasi indikatornya dan rumuskan
indikatornya yang dianggap relevan tanpa memikirkan urutannya lebih dahulu juga
tentukan indikator-indikator yang relevan dan tuliskan sesuai urutannya.
d.
Kajilah apakah semua indikator tersebut telah mempresentasikan KD nya,
apabila belum lakukanlah analisis lanjut untuk menemukan
indikator-indikator lain yang kemungkinan belum teridentifikasi.
e. Tambahkan indikator lain sebelum dan
sesudah indikator yang teridentifikasi sebelumnya dan rubahlah rumusan yang
kurang tepat dengan lebih akurat dan pertimbangkan urutannya.
3. Indikator
Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang menunjukkan
tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan oleh peserta
didik. Indikator juga dikembangkan sesuai dengan karakteristik satuan
pendidikan potensi daerah dan peserta didik dan juga dirumuskan dalam rapat
kerja operasional yang dapat diukur dan diobservasi sehingga dapat digunakan
sebagai dasar dalam penyusunan alat penilaian. Petunjuk dalam merumuskan
indikator adalah :
a.
Indikator dirumuskan dalam bentuk perubahan perilaku yang dapat
diukur keberhasilannya.
b.
Perilaku yang dapat diukur itu berorientasi pada hasil belajar bukan pada
proses belajar.
c.
sebaiknya setiap indikator hanya mengandung satu bentuk perilaku.
4. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang
harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar dalam rangka
pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan pendidikan
tertentu. Materi pembelajaran merupakan bagian dari struktur keilmuan suatu
bahan kajian yang dapat berupa pengertian konseptual, gugus isi atau konteks,
proses, bidang ajar, dan keterampilan. Penempatan materi pembelajaran di dalam
silabus berfungsi sebagai payung dari setiap uraian materi yang disajikan dalam
kegiatan belajar siswa.
Adapun untuk mengidentifikasi materi pokok atau pembelajaran yang
menunjang pencapaian kompetensi dasar dilakukan dengan mempertimbangkan:
a.
Potensi peserta didik
b.
Relevansi dengan karakteristik daerah
c.
Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual
peserta didik
d.
Kebermanfaatan bagi peserta didik
e.
Struktur keilmuan
f.
Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran
g.
relevansi dengan kebutuhan peserta
didik dan tuntutan lingkungan
h.
Alokasi waktu yang tersedia
Agar penjabaran
dan penyesuaian kompetensi dasar tidak meluas dan melebar, maka perlu
diperhatikan kriteria untuk menseleksi materi yang perlu diajarkan.
Kriteria tersebut antara lain:
a.
Sahih (Valid)
b.
Tingkat Kepentingan (Significance)
c.
Kebermanfaatan (utility)
d.
Layak dipelajari (learnability)
e.
Menarik minat (interest)
Langkah-langkah untuk menyusun materi pelajaran adalah sebagai
berikut:
a.
Menyiapkan materi pelajaran yang berisi pokok-pokok isi materi yang
harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian satandar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indikator hasil belajar.
b.
Materi pelajaran dirinci atau diuraikan meliputi batasan ruang
lingkupnya baik aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
c.
Mengidentifikasi butir-butir materi pelajaran berdasarkan rumusan
butir-butir sub indicator
d.
Menentukan butir-butir materi pelajaran yang sesuai dengan butir-butir
sub indicator
e.
Tulis butir-butir materi pelajaran didalam kolom bahan pelajaran
Pembelajaran berbasis kompetensi merupakan program pembelajaran yang
dirancang untuk menggali potensi dan pengalaman belajar siswa agar mampu
memenuhi pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Sebagai konsekuensi dari
pembelajaran berbasis kompetensi ini, materi pembelajaran yang dipilih haruslah
yang bermakna, yakni yang memberikan kecakapan untuk memecahkan permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari dengan mengunakan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang telah dipelajarinya, sehingga siswa terhindar dari materi-materi
yang tidak menunjang pencapaian kompetensi.
Agar siswa belajar secara aktif, guru perlu menciptakan strategi yang
tepatguna, sedemikian rupa, sehingga siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk
belajar. Motivasi yang seperti ini akan dapat tercipta kalau guru dapat
meyakinkan siswa akan kegunaan materi pelajaran bagi kehidupan nyata siswa.
Demikian juga, guru harus punya sensitifitas yang tinggi dan dapat menciptakan
situasi sehingga materi pelajaran selalu tampak menarik, tidak membosankan.
5. Kisi-kisi
Kisi-kisi (test blue
print atau table of specification) merupakan deskripsi mengenai ruang lingkup
dan isi materi yang akan diujikan.
Tujuan penyusunan
kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan tekanan tes yang
setepat-tepatnya, sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal. Adapun
wujudnya dapat berbentuk format atau matriks.
Ø Syarat-syarat kisi yang
baik yaitu:
a.
Mewakili
isi kurikulum yang akan diujikan.
b.
Komponen-komponennya
rinci, jelas, dan mudah dipahami.
c.
Soal-soalnya
dapat dibuat sesuai dengan Indikator dan bentuk yang yang ditetapkan.
Ø Komponen-komponen kisi-kisi terdiri dari 2 kolompok, yaitu:
a. Kelompok Identitas
·
Jenjang Pendidikan
·
Program/Jurusan
·
Bidang studi/mata pelajaran
·
Tahun ajaran
·
Kurikulum yang diacu/dipergunakan
·
Jumlah soal
·
Bentuk soal
b. Kelompok Matriks
·
Kompetensi
·
Materi yang akan diberikan/dijadikan soal
·
Indikator
·
Nomor urut soal (jika diperlukan)
Ø
Jenis-jenis perlilaku
yang dapat diukur yaitu:
·
Ranah kognitif yang dikembangkan Benjamin S. Bloom adalah:
a.
Ingatan di antaranya seperti: menyebutkan, menentukan,
menunjukkan, mengingat kembali, mendefinisikan.
b.
Pemahaman di antaranya seperti:membedakan, mengubah, memberi
contoh, memperkirakan, mengambil kesimpulan.
c.
Penerapan di antaranya seperti: menggunakan, menerapkan.
d.
Analisis di antaranya seperti: membandingkan,
mengklasifikasikan, mengkategorikan, menganalisis.
e.
Sintesis antaranya seperti: menghubungkan, mengembangkan,
mengorganisasikan, menyusun.
f.
Evaluasi di antaranya seperti: menafsirkan, menilai,
memutuskan.
·
Jenis perilaku yang dikembangkan oleh Robert M.
Gagne yaitu:
a.
kemampuan intelektual:
diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi,
generalisasi/menghasilkan sesuatu;
b.
strategi kognitif: menghasilkan
suatu pemecahan
c.
informasi verbal: menyatakan
sesuatu secara oral
d.
keterampilan motorist
melaksanakan/menjalankan sesuatu
e.
sikap: kemampuan untuk memilih
sesuatu.
·
Keterampilan berpikir yang
dikembangkan Linn Dan Gronlund yaitu:
a.
Membandingkan
-
Apa persamaan dan perbedaan antara ... dan...
-
Bandingkan dua cara berikut tentang ....
b.
Hubungan sebab-akibat
-
Apa penyebab utama ...
-
Apa akibat …
c.
Memberi alasan (justifying)
-
Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
-
Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan
tentang ....
d.
Meringkas
-
Tuliskan pernyataan penting yang termasuk ...
-
Ringkaslah dengan tepat isi …
e.
Menyimpulkan
-
Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ....
-
Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa
berikut ....
f.
Berpendapat (inferring)
-
Berdasarkan ..., apa yang akan terjadi bila
-
Apa reaksi A terhadap …
g.
Mengelompokkan
-
Kelompokkan hal berikut berdasarkan ....
-
Apakah hal berikut memiliki ...
h.
Menciptakan
-
Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ....
-
Lengkapilah cerita ... tentang apa yang akan terjadi bila
....
i.
Menerapkan
-
Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ....
-
Tuliskan ... dengan menggunakan pedoman....
j.
Analisis
-
Manakah penulisan yang salah pada paragraf ....
-
Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ....
k.
Sintesis
-
Tuliskan satu rencana untuk pembuktian ...
-
Tuliskan sebuah laporan ...
l.
Evaluasi
-
Apakah kelebihan dan kelemahan ....
-
Berdasarkan kriteria ..., tuliskanlah evaluasi tentang...
Ø Langkah langkah penyusunan butir soal
a.
Menentukan tujuan tes,
b.
Menentukan kompetensi yang akan
diujikan,
c.
Menentukan materi yang
diujikan,
d.
Menetapkan penyebaran butir
soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis:
bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik),
e.
Menyusun kisi-kisinya,
f.
Menulis butir soal,
g.
Memvalidasi butir soal atau
menelaah secara kualitatif,
h.
Merakit soal menjadi perangkat
tes,
i.
Menyusun pedoman penskorannya
j.
Uji coba butir soal,
k.
Analisis butir soal secara
kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan
l.
Perbaikan soal berdasarkan
hasil analisis
Ø
Kaidah penulisan soal
uraian dan pelihan ganda.
1.
Kaidah
penulisan soal uraian
·
Materi
-
Soal harus sesuai dengan
indikator.
-
Setiap pertanyaan harus
diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
-
Materi yang ditanyakan harus
sesuai dengan tujuan peugukuran.
-
Materi yang ditanyakan harus
sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
·
Konstruksi
-
Menggunakan kata tanya/perintah
yang menuntut jawaban terurai.
-
Ada petunjuk yang jelas tentang
cara mengerjakan soal.
-
Setiap soal harus ada pedoman
penskorannya.
-
Tabel, gambar, grafik, peta,
atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.
·
Bahasa
-
Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
-
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
-
Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
-
Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
-
Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan
peserta didik.
2.
Kaidah penulisan soal pilihan ganda
·
Materi
-
Soal harus sesuai dengan
indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur
sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
-
Pengecoh harus bertungsi
-
Setiap soal harus mempunyai
satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.
·
Konstruksi
-
Pokok soal harus dirumuskan
secara jelas dan tegas. Setiap butir soal hanya mengandung satu
persoalan/gagasan
-
Rumusan pokok soal dan pilihan
jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
-
Pokok soal jangan memberi
petunjuk ke arah jawaban yang benar.
-
Pokok soal jangan mengandung
pernyataan yang bersifat negatif ganda.
-
Pilihan jawaban harus homogen
dan logis ditinjau dari segi materi.
-
Panjang rumusan pilihan jawaban
harus relatif sama.
-
Pilihan jawaban jangan
mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau
"Semua pilihan jawaban di atas benar".
-
Pilihan jawaban yang berbentuk
angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka
atau kronologis.
-
Gambar, grafik, tabel, diagram,
wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi.
-
Rumusan pokok soal tidak
menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya,
umumnya, kadang-kadang.
-
Butir soal jangan bergantung
pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan
peserta didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat
menjawab benar soal berikutnya.
·
Bahasa
-
Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di
antaranya meliputi:
o
Pemakaian kalimat: (1) unsur subyek, (2) unsur predikat, (3)
anak kalimat;
o
Pemakaian kata: (1) pilihan kata, (2) penulisan kata, dan
o
Pemakaian ejaan: (1) penulisan huruf, (2) penggunaan tanda
baca.
-
Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga
pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/peserta didik.
-
Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.
Contoh bentuk format
kisi-kisi:
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
Sekolah : ……………………… Jumlah soal :…………………
Mata pelajaran : ……………………… Bentuk soal/tes :.......
Kurikulum : ……………………… Penyusun : 1. …
Alokasi waktu : ……………………… 2. …
No.
|
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Kls/
smt
|
Materi
pokok
|
Indikator
soal
|
Nomor
soal
|
1
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan: Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang
ada di
dalam silabus/kurikulum. Penulis
kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.


A.
KESIMPULAN
Tes
merupakan suatu prosedur yang sistematis dan alat pengukur yang mempunyai
standar yang objektif yang dapant digunakan secara luas untuk mengukur/menilai
khusunya bidang pendidikan,
membandingkan ketrampilan, intelegensi dimana berupa pertanyaan-peranyaan
yang harus dijawab, perintah yang harus dijalankan, dan petunjuk yang harus
diikuti sehingga tentang aspek psikologi
tingkah laku, dan prestasi seorang individu maupun kelompok. Tujuan dari
pemberian tes yaitu untuk: Menilai kemampuan belajar murid, Memberikan bimbingan
belajar kepada murid, Mengecek kemampuan belajar, Memahami kesulitan-kesulitan
belajar, dan Menilai efektivitas atau keberhasilan mengajar. Dan tes mempunyai
dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes yaitu:
c.
Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan
ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah
dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar
dalam jangka waktu tertentu.
d.
Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab
melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
Dan
sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagi alat pengukur harus memenuhi
persyaratan tes, yakni Validitas, Reliabilitas, Objektivitas, Praktikabilitas,
dan Ekonomis.serta dalam penyusunan sebuah tes harus dalkukan sesuai dengan
jalan yang sebenarannya. Atau sesuai dengan langkah-langkah yang baik.
Standar
Kompetensi (SK) merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir
dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang
diajarkan. Kompetensi Dasar adalah pengetahuan, ketrampilan dan sikap minimal
yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam penguasaan materi pelajaran yang
diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan
tertentu. Indikator merupakan penjabaran dari kompetensi dasar yang
menunjukkan tanda-tanda perbuatan dan respon yang dilakukan atau ditampilkan
oleh peserta didik.Materi pembelajaran adalah segala sesuatu yang menjadi
isi kurikulum yang harus dikuasai oleh siswa sesuai dengan kompetensi dasar
dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan
pendidikan tertentu. Keempat hal ini merupakan komponen penting dalam rancangan
pembelajaran.
B.
SARAN
Saran
saya sebagai penulis dalam materi tentang teknik tes ini yaitu :
1. Seorang konselor dalam
menyusun suatu alat tes, perlu menyesuaikan sesuai dengan kode etik dan sesuai
dengan cara penyusanan tes yang baik.
2. Seorang konselor
dalam memberikan tes , harus sesuai dengan objek yang kan diberikan tes
tersebut.
3. Seorang konselor
harus mampu memahami perkembangan peserta didik dengan baik.
4. Dalam penyusunan tes
harus sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan serta telah tervalidasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto.
Suharsimi. 1988. Penilaian Program Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
------------------2009. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidkan. PT Bumi Aksara: Jakarta
Duha, Desti. 2016.
Fungsi Tes. Pengembangan Materi
Teknik Tes. STKIP Nisel. Prodi BK
Fau. Imanuel.
2016. Materi tentang Teknik Tes.
Pengembangan Materi Teknik Tes. STKIP
Nisel. Prodi BK
M. Chabib Thoha.2003. Tenik Evaluasi pendidikan. Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada.Jakarta.
Nurkancana. dan Sumartana.1983.
EvaluasiPendidikan. Usaha Nasional.
Surabaya
---------------------------1986. Evaluasi Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya.
Anas. Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Sudijono Anas,
Prof. Drs. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta
Wau. Exfristin.
2016. Materi tentang pengertian tes
menurut beberapa ahli. Pengembangan
Materi Teknik Tes. STKIP Nisel.Prodi BK.
Zebua, April.
2016. Penggolongan Tes. Pengembangan
Materi Teknik Tes. STKIP Nisel.Prodi
BK

Tidak ada komentar:
Posting Komentar