Selasa, 06 Juni 2017

ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu.NIAS SELATAN



UKIRAN/PAHAT PATUNG YANG TERBUAT DARI BATU DAN KAYU

Logo STKIP Nisel WHITEE.jpg



Oleh:
Kelompok I

Nama                             :1. Novretman Duha
    2. Aprianis Zagoto
    3. Suwarni Saota
    4. Jaya Yanti Zagoto
5. Santi Aceh
6. Santiani Duha
7. Arnida Duha
8. Wita Hermina Waruwu
9. Dermawati Talunohi
Prodi                             : Bimbingan dan Konseling
Semester                       : VI/1
Matakuliah                  : Keb. Dan Pariwisata Nias
Dosen Pengampu        : Samudra K. Zendrato,S.Sos.,MS









PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) NIAS SELATAN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat dan kasih-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul: “Ukiran/Pahat Patung Yang Terbuat Dari Batu Dan Kayu”.
Dalam penyusunan makalah ini ini, kami banyak mendapatkan bantuan berupa masukan, arahan dan bimbingan serta kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Bapak Samudra Kurniaman Zendroto,S.Sos.,M.S  sebagai dosen pengampu matakuliah Kebudayaan dan Pariwisata Nias
2.      Bapak Dali Zisokhi Manao yang telah membantu kami di dalam mengetahui dan memahami tentang ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu
3.      Bapak Niscaya Wau,S.Pd.K, yang telah membantu kami di dalam mencari struktur Desa Bawomataluo.
4.      Teman-teman mahasiswa Prodi BK, Noverman, Yuspintar, Ringan, yang telah membantu kami di dalam menyelesaikan tugas ini.
5.      Teman-teman mahasiswa yang telah membantu dalam memberikan masukan dan kritikan sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.

                                                                                                                Telukdalam,   Juni 2017
                                                                                    Penulis


                                                                                    Kelompok I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………….         i          
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...                 ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………                                                                                                                              1
A.    Latar Belakang …………………………………………………...                                                                                                              1
B.     Tujuan dan Manfaat ……………………………………………...                                                                                                              1
C.     Waktu Pelaksanaan ………………………………………………     2
D.    Peserta ……………………………………………………………          3
E.     Nara sumber ……………………………………………………...     3
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………….        4
A.    Sejarah Ukiran/Pahat Patung Yang Terbuat Dari Batu
Dan Kayu ………………………………………………………...          4
B.     Struktur Desa Bawomataluo ……………………………………..          6
C.     Tahap Pembuatan ………………………………………………...          7
D.     Cara Pelestarian …………………………………………………      8
E.     Hambatan Pelestarian ……………………………………………      8
BAB III PENUTUP ………………………………………………………….         9
A.    Hambatan Yang Dihadapi Dilapangan ………………………….      9
B.     Kesimpulan ………………………………………………………      9
C.     Saran ……………………………………………………………..      10










BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Yang menjadi latar belakang kami melaksanakan penelitian atau wawancara tentang ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu di Desa Bawomataluo yakni, berawal dari tugas matakuliah “Kebudayaan dan Pariwisata Nias” di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)-Nias Selatan yang di asuh oleh salah satu Dosen di STKIP-STIE Nias Selatan yaitu Bapak Samudra Kurniaman Zendrato, S.Sos.,M.M. Selanjutnya karena masih banyak masyarakat Nias khususnya Nias Selatan yang masih belum mengetahui dan memahami berbagai karya seni daerah tersendiri.
Pada proses perkuliahan pada matakuliah Kebudayaan dan Pariwisata Nias, kami mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling khusunya Semester VI/1 dibagi dalam dua kelompok yakni Kelompok 1 meneliti tentang ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu, dan kelompok 2 meneliti tentang makanan khas Nias Selatan yakni “Babae dan Kofo-kofo”. Dengan demikian kami kelompok 1 yang terdiri dari sembilan orang melaksanakan tugas tersebut dengan senang hati. Maka dari itu, hal yang kan dibahas pada makalah adalah tentang bagaimana sejarah dan tahap-tahap pembuatan ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu serta pelestarianya.

B.     Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan dan manfaat pembuat makalah ini yakni:
a.      Tujuan
1.      Untuk memenuhi syarat sebagai tugas pada matakuliah Kebudayan dan Pariwisata Nias di STKIP-Nias Selatan.
2.      Untuk mengetahui dan memahami sejarah pembuatan ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu di Desa Bawomataluo.
3.      Untuk mengenali makna dari patung-patung yang dibuat tersebut.
4.      Memberikan pemahaman bagi masyarakat Nias Selatan tentang ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu.
5.      Untuk mengenal dan memahami tahap-tahap pembuatan patung yang terbuat dari batu dan kayu.

b.      Manfaat
1.      Dapat memberikan pemahaman khusunya bagi mahasiswa STKIP-Nias Selatan dan pada masyarakat Nias Selatan pada umumnya.
2.      Sebagai masyarakat Nias Selatan dapat mengerti dan memahami karya seni daerah sendiri yakni ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu.
3.      Menambah wawasan khusunya mahasiswa STKIP-Nias Selatan tentang kebudayaan dan Pariwisata Nias.
4.      Memberikan pemahaman kepada masyarakat Nias Selatan akan pentingnya mengenal dan memahami tentang karya seni daerah tersendiri khusunya tentang ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu.

C.    Waktu Pelaksanaan
Penelitian/wawancara ini di laksanakan pada hari Senin, 29 Mei 2017, pada pukul 12:00-17:00 WIB di Desa Bawomataluo. Pelaksanan penelitian/wawancara ini kami mulai dari pasar Telukdalam, dimana kami kelompok 1 berkumpul di Galon Pertaminan, Jln Diponegoro. Jadi perjalanan menuju Desa Bawomataluo dimulai dari Galon Pertaminan pada pukul 12:00 WIB, dan tiba di Desa Bawomataluo pada pukul 13:30 WIB.



D.    Peserta
Pada pelaksanaan penelitian/wawancara ini dilkasanakan oleh kelompok 1 Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP-Nias Selatan, Semester VI yaitu:
1.      Novretman Duha
2.      Suwarni Saota
3.      Aprianis Zagoto
4.      Jaya Yanti Zagoto
5.      Santi Aceh
6.      Santiani Duha
7.      Arnida Duha
8.      Wita Hermina Waruwu
9.      Dermawati talunohi

E.     Nara Sumber
Dalam kegiatan penelitian/wawancara ini, yang menjadi nara sumbernya adalah salah satu masyarakat Desa Bawomataluo dan Sekretaris Desa Bawomataluo yakni:
1.      Bapak Dali Zisokhi Manao (sering di panggil A. Ferdinand Manao)
2.      Bapak Niscaya Wau, S.Pd.K.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Ukiran/Pahat Patung Yang Terbuat Dari Batu Dan Kayu
Berdasarkan hasil wawancara yang kami lakukan di Desa Bawomataluo pada tanggal 29 Mei 2017 kepada Bapak Dali Zisokhi Manao (masyrakat Desa Bawomataluo) tentang pembuatan patung yang terbuat dari batu dan kayu.
Menurut Informasi yang kami dapatkan dari Bapak Dali Zisokhi Manao, ia mengatakan bahwa masih banyak masyarakat Nias yang belum mengetahui tentang mengapa dan untuk apa patung patung itu di buat. Selanjutnya, ia  mengatakan bahwa pembuatan patung-patung itu di mulai dari desa gomo, dimana dulunya masyarakat Nias memulai kehidupanya di Gomo. Namun, pembuatan patung sekarang lebih di kenal di Desa Bawomataluo karena masyarakat Desa Bawomataluo lebih menekuni secara berkelannjutan dalam pembuatan patung tersebut tidak seperti di Gomo.
Dalam pembuatan patung baik dari Batu maupun Kayu itu sama. Patung awal yang dibuat pada saat itu di sebut dengan “Adu Zatua” dan “Siraha Nawu”. “Adu Zatua” dibuat pada zaman dahulu di maknai sebagai pengganti foto orang tua. Dimana, agar anak anak yang masih belum mengenal wajah Orang Tuanya, maka dengan patung tersebut (Adu Zatua) dapat digantikan sebagai wajah dari pada Orang Tua mereka dan mereka akan mengetahu bahwasanya begitulah wajah Orang Tua mereka dan seperti itulah kehidupan Orang Tua mereka.
Kemudian “Siraha Nawu”, Bapak Dali Zisokhi Manao mengatakan bahwa “Siraha Nawu” ini dulunya sering ditempatkan di sudut dapur. Selanjutnya, pada zaman dulu masyarakat Nias mempercayai “Siraha Nawu” ini dapat melihat segala sesuatu yang dilakukan di dapur. Hal lain, bahwasanya Bapak Dali Zisokhi Manao, mengatakan bahwa apabila seorang wanita memasak di dapur tidak boleh mencicipi ataupun melakukan sesuatu hal karena akan dapat di lihat oleh patung “Siraha Nawu” yang ada di sudut dapur tersebut. “Siraha Nawu” apda awalnya juga sering di sebut dengan “Luo Lani” dan yang sekarang telah disempurnakan pada Tahun 1965 yang disebut dengan “Lowalani” tepat di saat datangnya Tuan Denginer dan pada saat itulah mulai terkikis adanya kepercayaan terhadap patung “Siraha Nawu” karena telah adanya kepercayaan kepada Tuhan pada saat itu. Selanjutnya ada juga jenis ukiran berbetuk cicak, diamana menurut meraka pada zaman dahulu ukiran cicak tersebut memilki fungsi yaitu, jika seseorang sedang ada tebak tebakan maka apabila yang dikatakan orang itu benar maka ukiran cicak tersebut akan berbunyi.
Kemudian, pada zaman dahulu orang-orang yang hanya bisa membuat patung adalah orang-orang bangsawan dan para panglima, karena di anggap bahwa merekalah yang terpenting pada zaman itu. Patung-patung yang dibuat baik dari batu ataupun kayu harus yang berkualitas dan bersifat keras. Contoh kayu yang sering digunakan dalam pembuatan kayu adalah :
1.      “Manawa Dano”
2.      “Beru”
3.      “Mosiholi Dano”
4.      “A’awa”
5.      “Simandaolo”
6.      “Mosiholi Batu”
7.      “Kafini”
Jenis-jenis kayu inilah yang dapat dan sering digunakan oleh para bangsawan dan panglima di dalam membuat patung. Kemudian seiring berjalanya waktu, pembuatan patung ini sudah mulai dapat dibuat juga oleh para masyarakat biasa namun tidak boleh menggunakan kayu-kayu keras seperti jenis kayu tersebut diatas. Pada saat itu yang hanya dapat digunakan oleh masyarakat biasa adalah kayu “Mause” atau kayu berwarna kuning dengan tujuan agar ada perbedaan antara Bangsawan dengan masyarakat biasa. Apabila masyarakat biasa membuat patung dengan menggunakan jenis kayu keras yang digunakan oleh Bangsawan, maka patung itu akan di hancurkan oleh parang bangsawan dan para panglima pada saat itu.
Kemudian pembuatan patung baik dari batu maupun kayu sekarang ini sudah mulai meluas dan dapat di buat oleh siapapun yang memilki kemampuan membuat patung, karena sistem sosial yang dah mulai maju.

B.     Struktur Desa
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh Sekretaris Desa Bawomataluo yaitu Bapak Niscaya Wau,S.Pd.K, yaitu:
Struktur Desa Bawomataluo








Text Box: BPD

Ketua  : -         
Wakil Ketua : Alosius Zagoto
Sekretaris  : Urusan Zagoto 
Anggota  :  Februari Bu’ulolo
   David Defianusa Wau
   Aderitus Wau
   Jeli Mardin Manao
   Teorlan Wau
 























C.    Tahapan
Dalam pembuatan ukiran/atau patung dari batu dan kayu tentunya mengikuti tahap-tahap berikut ini:
a)      Ukiran/pahat patung dari batu
1.      Penyediaan bahan dan alat
·         Batu
·         Faho
·         Bor
·         Arakha
·         Fato
·         Kertas
·         Pensil dan sejenisnya
2.      Tahap pengerjaan
·         Sediakan batu yang keras, kemudian bersihkan.
·         Setelah itu ambilkan kertas dan pensil, dan mulailah menggambar desain atau bentuk apa yang akan di bentuk.
·         Setelah itu, mulailah memahat di batu yang telah di sediakan sesuai dengan gambar yang telah di desain sebelumnya dengan menggunakan alat-alat yang telah di sediakan.
·         Pada pengerjaan, selalu di bersihkan debu-debunya sehingga tampak jelas yang di bentuk hingga selesai terbentuk sebuah patung atau sejenisnya.
b)     Ukiran atau pahat patung dari kayu
1.      Tahap penyediaan bahan dan alat
·         Kayu
·         Faho
·         Famoe
·         Bor
·         Arakha
·         Fato
·         Kertas
·         Pensil dan sejenisnya
2.      Tahap pembuatan
·         Ambilah kayu yang bagus atau kayu yang keras
·         Setelah itu bersihkan dan keringkan agar mudah di bentuk
·         Mulailah mendesain bentuk apa yang akan di bentuk di atas kertas yang telah di sediakan.
·         Setelah di desain, maka mulailah mengukir kayu tersebut sesuai dengan gambar yang telah di desain tadi hingga terbentuk sebuah patung atau sejenisnya.
·         Untuk memperindah, boleh menggunakan warna atau cat.
Jadi, dalam pembuatan ukiran/pahat patung dari batu atau kayu perlu ada pedoman atau berupa gambar yang akan di bentuk. Di Nias Selatan biasanya bentuk yang dibuat itu seperti: “Adu Zatua”, “Ni’ogoli Limo”, “Ni’owoli-woli”, “Ni’ondroi Gona” dan sebagainya.

D.    Cara Pelestarian
Berdasarkan wawancara yang kami lakukan kepada bapak Dali Zisokhi Manao, cara pelestarian dari pada ukiran patung dai batu dan kayu yaitu:
1)      Terlebih dahulu adanya perhatian pemerintah daerah untuk dapat di promosikan ukiran-ukiran tersebut sehingga para pengrajinya akan terus membuat ukiran-ukiran tersebut.
2)      Dengan menjaga dan mewarisi kepada keturunan-keturunan cara pembuatan ukiran patung tersebut sehingga terus berkembang dan tidak pernah terlupakan.
E.     Hambatan Dalam Pelestarian
Hambatan hambatan dalam melestarikan ukiran patung yaitu:
1)      Kurangnya perhatian pemerintah di dalam mempromosikan hasil ukiran masyarakat, sehingga para pengrajinpun akan malas untuk membuat ukiran-ukiran karena bisa saja mubajir dan tidak terpakai.
BAB III
PENUTUP

A.    Kendala Yang Di Hadapai Di Lapangan
Selama kegiatan penelitian/wawancara di lapangan, kami kelompok 1 sedikit memiliki kendala yakni, di awali dengan perjalanan kami dari Pasar Telukdalam menuju Desa Bawomataluo, kami kekurang dalam transprotasi kami, sehingga kami harus meminjam kendaran kepada orang lain. Kemudian setelah sampai di Desa Bawomataluo yang menjadi kendala kami yaitu ketika kami berkunjung ke rumah kepala desa, pada saat itu kepala desa Bawomataluo tidak ada di tempat karena lagi ada tugas di kantor. Jadi kami hanya bisa menemui sekretaris desa untuk bisa melakukan kegiatan penelitian atau wawancara di Desa Bawomataluo. Selain itu, kendala lain yaitu biaya transprotasi yang sedikit kekurangan.

B.     Kesimpulan
Ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu, di mulai di desa Gomo dan kemudian berkembang di desa lainya, salah satunya di Desa Bawomataluo yang sampai saat ini masih sering di buat. Pada zaman dahulu patung-patung itu hanya di buat oleh orang-orang bangsawan dan panglima dengan menggunakan batu dan kayu yang keras. Patung yang dibuat pada saat itu disebut “Adu Zatua”, “Siraha Nawu” dan yang lainya. Patung “Adu Zatua” di buat pada zaman dahulu sebagai pengganti foto orang tua karena masih belum ada kamera pada saat itu, dengan makna agar anak mereka dapat mengenal wajah orang tua mereka dan kehidupan orang tua mereka. Berbagai bentuk ukirang yang di bentuk seperti: “Ni’ogoli Limo”, “Ni’owoli-woli”, “Ni’ondroi Gona” dan sebagainya. Kemudian pembuatan patung-patung itu masih terus di buat oleh masyarakat Desa Bawomataluo sampai sekarang.



C.    Saran
Untuk menjadi masyarakat yang cinta akan budaya dan daerah sendiri yaitu dengan mengenal budaya dan daerahnya juga. Untuk itu salah satu yang perlu di ketahui dan dipahami khusunya masyarakat Nias Selatan yaitu tentang ukiran/pahat patung yang terbuat dari batu dan kayu. Kemudian untuk lebih mengembangkan dan terus terlestarikan, maka seharusnya pemerintah mempromosikannya diluar daerah sehingga para pengrajinpun akan terus membuat sebanyak-banyakanya dan bagi anak muda akan termotivasi dan juga ikut membuatnya. Maka dengan itu apapun yang menjadi budaya zaman dulu akan terus diingat dan tetap ada hingga selam-lamanya.